Akhir-akhir ini, saya, sebagai mahasiswa hukum gadungan maupun mahasiswa hukum beneran serta praktisi hukum dipusingkan oleh beberapa hal terkait kisruh cicak dan buaya. Betapa tidak, dalam kurun waktu hampir dua minggu ini bisa dilihat terdapat carut-marutnya penerapan sistem hukum kita, dari pengabulan permohonan Praperadilan atas sah atau tiidaknya penetapan tersangka hingga sekarang ini yang desas-desusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin melakukan upaya hukum atas putusan Praperadilan tersebut yaitu kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Duh, saya semakin risih dan bingung. Memang saya maupun kita akui putusan Praperadilan tersebut adalah sebuah keteledoran yang sangat fatal karena jelas-jelas sangat bertentangan dengan Pasal 1 angka 10, Pasal 77, Pasal 95 sampai dengan Pasal 97 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara (LN Tahun 1981 Nomor 76, TLN Nomor 3209, Tanggal 31 Desember 1981) atau biasa kita sebut dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal-pasal tersebut telah jelas-jelas mengatur mengenai kompetensi absolut (wewenang mengadili) Pengadilan Negeri terhadap perkara-perkara apa saja yang dapat dipraperadilkan sehingga kalau Hakim menginginkan menambahkan, saran saya ubah dahulu KUHAP khususunya yang menyangkut Praperadilan. Oke, saya tidak akan terlalu jauh membahas ini, karena ditelevisi, koran, majalah bahkan media sosial sudah banyak membahasnya dan saya yakin bahkan orang-orang awam pun sekarang sudah memahami hal tersebut luar kepala. Disini saya akan menelaah lebih lanjut terkait wacana KPK untuk mengajukan kasasi.