Gus Soleh yang menjadi narasumber Tv One pada acara "Menanti Pelantikan Presiden" pagi ini mengulang kembali karakter Jokowi yang dia sebut sebagai manusia pekerja. Jika orang itu dapat dibagi menjadi dua kategori --manusia pemikir dan manusia pekerja-- maka adik kandung Gus Dur itu memasukkan Jokowi ke kategori manusia pekerja. Saya percaya tidak ada yang akan membantah kesimpulan Gus Soleh ini.
Sebagai orang yang memulai ketenarannya dari blantika pengusaha Indonesia yang sukses, posisi jabatan politik Jokowi ternyata juga bernuansa pekerja. Ketika menjadi Wali Kota Solo (jabatan awal dalam karier politik) rakyat Solo mengenal Jokowi karena rajin turun ke lapangan dengan kebiasaan blusukannya. Lima tahun pertama menjabat orang nomor satu Solo membuat namanya harum. Jabatan yang direbut pada saat namanya belum terkenal, mampu dijadikannya sebagai jabatan yang melambungkan namanya. Itulah bukti keterpilihannya di periode kedua dengan hampir semua rakyat Solo memilihnya.
Mengapa Jokowi mau blusukan? Jawabnya sederhana saja: karena dia memang seorang pekerja. Dia biasa ke sana ke mari ketika menjalani hidup sebagai pengusaha. Karakter itu pulalah yang dia amalkan ketika dipercaya rakyat Solo menjadi Wali Kota. Dan nama harum di Solo itu pulalah yang membuat PDIP kembali mengusungnya untuk berebut kursi gubernur DKI yang bakal ditinggalkan Fauzi Bowo. Meskipun Pak Bowo masih maju dengan posisi incambentnya, ternyata perjalanan politik Jokowi tidak terbendung. Dia merebut kursi Bowo walaupun begitu banyak partai yang menentangnya. Rakyat jua yang memutuskan.
Tidak cukup dan tidak perlu menghabiskan satu periode di Ibu Kota Negara, Jokowi kembali maju. Kali ini tidak tanggung-tanggung. RI-1 yang menjadi incaran. Walaupun bukan atas kemauan pribadinya, tapi tugas yang diberikan partai pengusungya itu tidak ditolaknya. Bersama Yusuf Kalla, dia berhadapan dengan Prabowo yang tidak kurang populernya. Berbagai prediksi para analis yang mengatakan Prabowo adalah pilihan yang tepat untuk memimpin Indopnesia pasca SBY yang juga dari militer, ternyata rakyat tidak terpengaruh. Pekerja yang bernama Jokowi itu juga yang dipilih oleh lebih banyak rakyat. Maka jadilah dia menjadi RI-1 ke-7 di tahun 2014 ini. Sungguh luar biasa.
Saya setuju pendapat ahli yang diulang Gus soleh itu. Tapi yang saya ingin kemukakan di sini adalah bahwa sebagai pekerja, maka tenaga kerja seperti Jokowi itu sejatinya menjadi catatan kita. Jokowi sebenarnya telah mengharumkan nama TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang terlanjur jelek di mata dunia. Menyebut TKI selalu dikonotasikan sebagai manusia rendah dan murahan yang direndahkan negara asing. Bagaimana jeleknya istilah TKI, sampai ada yang malu disebut sebagai TKI di luar negeri. Padahal Jokowi --dan banyak lagi yang lain-- adalah pekerja yang begitu harum namanya dan sekaligus mengharumkan nama Indonesia.
Kini TKI yang melesat dari Wako Solo ke DKI-1 akan mengemban tugas yang jauh lebih berat di negara bernama Indndonesia. Rakyat Indonesia yang sebentar lagi akan mencapai angka 300 juta jiwa dengan pendidikan dan kesejahteraan yang masih jauh di bawah negara tetangga seperti Malysia, Brunei apalagi Singapura, akan menjadi pekerjaan maha berat dari duet Jokowi-JK. Tapi rakyat sudah memilihnya. Kita tidak perlu khawatir. Bukti kerja yang sudah dilakukannya selama ini, semoga juga menjadi bukti nanti ketika dia sudah menjadi Presiden Indonesia Syabasy, Pak Joko Widodo dan syabasy juga buat Pak Jusuf Kalla. Harapan kami tidak akan berbelah bagi.***