Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

IMF Paksa Indonesia Bayar Empat Triliun untuk Keuntungan Khayalan

23 April 2012   23:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:13 512 0

Acara kunjungan tersebut hampir saja batal karena ketidakjelasan siapa yang akan menerima rombongan DPD RI di Pemprov Jawa Barat. Awalnya, Gubernur tidak dapat menerima karena baru pulang dari India. Penerimaan pun didelegasikan kepada Wakil Gubernur Dede Yusuf.Malam 29 Maret 2012 Dede Yusuf masih memberikan konfirmasi akan menerima. Akan tetapi, paginya, tiba-tiba, Dede Yusuf tidak bisa menerima. Atas kejadian tersebut, Komite II DPD RI melalui protokol Gedung Sate, dengan tegas menyatakan pembatalan kunjungan ke Pemprov Jawa Barat. Ketegasan tersebut segera disampaikan protokol ke Pemprov Jabar. Akhirnya, Gubernur bersedia untuk menerima.

Pada saat pertemuan dengan Gubernur, Intsiawati Ayus, selaku pemimpin rombongan, menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan tersebut serta memberitahukan bahwa Komite II DPD RI sebelumnya secara safari telah melakukan kunjungan ke berbagai pihak, di antaranya, Pemda Kabupaten Garut, Chevron Geothermal Indonesia, PT Indonesia Power, Pertamina Geothermal Energi, dan sentra-sentra industri kerajinan di Kabupaten Garut.

Gubernur yang didampingi Sekdaprov beserta kepala dinas terkait menerima dengan hangat kunjungan tersebut sekaligus memberikan banyak informasi yang dibutuhkan DPD RI. Menurut Gubernur, sesungguhnya energi di Jawa Barat itu berlebih, tetapi karena dalam konsep NKRI yang dipahami pemerintah sekarang harus berbagi dengan yang lain, jumlah yang berlebih itu menjadi sangat kurang. Itulah sebabnya banyak masyarakat Jawa Barat yang belum menikmati listrik, padahal punya energi banyak.

“Energi di Jawa Barat interkoneksi dengan Jawa, Madura, Bali, dan Nusa Tenggara. Meskipun berlebih, kita harus berbagi dengan yang lain. Akibatnya, kita jadi kekurangan juga,” terang Gubernur H. Ahmad Heryawan.

Menurut Aher, begitu sapaan Ahmad Heryawan, Jawa Barat sesungguhnya memiliki sumber pembangkit geothermal yang sudah dibangun Pertamina, tetapi tidak termanfaatkan dan tidak ada yang mengurus. Hal itu disebabkan ada doktrin IMF saat terjadi awal krisis moneter yang harus membatalkan proyek berbiaya dollar. Padahal, Amerika Serikat (AS) sudah investasi sejumlah 200 juta dollar atau sekitar 2 triliun. Akibat pembatalan oleh IMF tersebut, Indonesia dipaksa untuk membayar hutang 2 triliun kepada AS dan 2 triliun lagi untuk perkiraan keuntungan usaha kepada IMF. Alhasil, Indonesia harus membayar 400 juta dollar AS atau 4 triliun. Padahal, perusahaan geothermal tersebut sama sekali tidak beroperasi.

Hal tersebut tampak jelas merupakan penjajahan oleh IMF, baik secara ekonomi maupun sumber daya alam. Sama sekali tidak masuk akal dan tidak ada dalam koridor moral ketika Indonesia harus membayar perkiraan keuntungan. Perkiraan itu sama saja dengan khayalan. IMF mengoptimiskan diri usaha itu mendapatkan keuntungan jika berjalan, bagaimana kalau gagal dalam arti usahanya tidak mendapatkan keuntungan, bahkan rugi.

Sumber pembangkit panas bumi yang dimaksud adalah Karaha Bodas dan Geodipa. Sampai sekarang perusahaan itu tidak berjalan karena tidak ada yang mau mengurus. Tidak ada yang bersedia mengurus karena belum apa-apa harus membayar hutang dalam jumlah yang sangat besar.

Selanjutnya, Aher mengatakan bahwa sesungguhnya merupakan pemilik seperempat geothermal dunia. Jawa Barat sendiri memiliki seperempat dari seluruh Indonesia. Itu merupakan asset yang luar biasa.

Di samping itu, ia mengakui memang masih terdapat banyak masalah dalam soal pendistribusian listrik di Jawa Barat. Di samping masyarakat sekitar Chevron yang belum teraliri listrik, masyarakat di sekitar Jatiluhur pun belum teraliri listrik. Padahal, Jatiluhur adalah bendungan pembangkit listrik tenaga air. Terdapat juga persoalan kehutanan, yaitu hutan konservasi tidak boleh digunakan untuk pembangkit panas bumi. Persoalan lainnya adalah antara Chevron dengan Pemkab Bandung.

“Sebaiknya, persoalan Chevron dengan Pemkab Bandung harus diselesaikan oleh pusat. Chevron sama sekali bukan perusahaan pelanggar undang-undang. Permasalahan yang terjadi adalah adanya perbedaan pandangan masalah lingkungan dan sosial,” jelas Gubernur.

Melihat potensi geothermal Jawa Barat yang demikian besar, Parlindungan Purba, salah seorang anggota Komite II DPD RI mengatakan bahwa Provinsi Jawa Barat dari berbagai segi sudah sangat bagus dibandingkan provinsi lain. Provinsi Jawa Barat layak dijadikan provinsi percontohan.

Terlepas dari persoalan energi, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyayangkan beberapa hal dalam otonomi daerah. Karena adanya Otda, hierarkhi menjadi terputus. Saat di kota dan kabupaten ada proyek, provinsi tidak tahu menahu. Akan tetapi, ketika ada asset provinsi yang ikut rusak, provinsi pun jadi ikut mengurusnya.

“Otonomi boleh, tetapi tidak boleh kehilangan hierarkhi.”

Menurut Gubernur, sebaiknya keuangan untuk daerah dari pusat harus masuk dulu ke provinsi, jangan langsung ke daerah. Hal itu disebabkan setiap daerah memiliki masalah dan karakteristik sendiri-sendiri. Sulit sekali jika menteri harus memahami kondisi setiap daerah. Menteri harus dibantu oleh gubernur. Ia mencontohkan bahwa penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang langsung dari menteri ke daerah mengakibatkan kekacauan dan keterlambatan. Gubernur bisa membantu itu.

Kekeliruan dalam otonomi tersebut akibat adanya kesalahan dalam PP 38. Dalam peraturan itu, disebutkan adanya pembagian wewenang. Seharusnya, pendelegasian wewenang.

Berbicara mengenai masalah industri di Jawa Barat yang belum menampakkan hasil yang diharapkan, Gubernur menjelaskan bahwa memang di Jawa Barat banyak sekali industri. Akan tetapi, industri-industri tersebut memiliki kantor pusat di Jakarta.

“Jadi, uang hasil dari industri itu banyaknya berada di Jakarta,” katanya.(Tom)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun