Dr. H. Fahrudin Sukarno (Koordinator Keluarga Muslim Bogor), mengatakan ulah para pejabat yang memasang baliho diri mereka merupakan sikap yang tidak etis. "Kita tidak butuh pemimpin yang suka mejeng di baliho. Toh, masyarakat tidak menuai manfaat dari baliho itu. Kami menilai apa yang mereka lakukan tidak etis," kata Fahrudin.
Menurut Fahrudin, jika hanya sebagai salah satu bentuk komunikasi, para pejabat bisa saja melakukan langkah lain. Misalnya dengan mendatangi kantong-kantong kemiskinan di sejumlah daerah. "Kalau gubernur, ya ke kabupaten yang ada kantong kemiskinannya. Kami rasa itu lebih terasa manfaatnya daripada pasang baliho dan mejeng di sana, seolah mereka tidak peka dengan kondisi masyarakat sekarang," tuturnya.
Selain dipandang sebagai ajang kampanye, keberadaan baliho para pejabat itu juga merusak pemandangan dan keindahan kota. Sebab, baliho serta spanduk yang besar itu dibentangkan di sejumlah jalan protokol sehingga membuat pemandangan Kota tidak enak dilihat. "Ada yang bertumpuk-tumpuk di satu titik di dalah satu jalan protokol. Apa malah enggak semakin mengganggu keindahan dan kebersihan kota," katanya.
Bukankah kalau Gubernur itu benar-benar melakukan "karya nyata" bagi rakyatnya akan mudah untuk dikenang? Kalau masih memerlukan propaganda promosi, saya menilai Gubernur ini tak yakin karyanya dapat bersaing dengan calon lain yang belum memimpin Jawa Barat. Apalagi berdasarkan keterangan dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung, pemasangan sebagian baligo belum mengantungi izin.
”Seharusnya untuk pencitraan seorang gubernur, harus benar-benar melengkapi izinnya, jangan mempermalukan diri sendiri,”kata Rustendi,seorang mahasiswa. ”Meskipun itu tidak kapasitas gubernur, tapi tetap saja para pendukungnya itu harus mengurus izin sesuai prosedur jangan sampai mencoreng muka,”katanya.
Pemilihan masih lama Pak! Banyak kok cara kreatif yang tidak melulu MEMAJANG PHOTO DIRI... Saya pribadi lama-lama jadi SEBEL!!!