Semua anak muda mempunyai taraf dan batas tertentu soal sifat idealnya masing - masing dalam berseni. Ada yang menekan garis idealnya secara mati - matian, ada juga yang bermain digaris yang aman, atau situasional. Itu mengapa keidealisan selalu saja dikaitkan dengan konsistensi. Diera sekarang, dimana informasi, teknologi, dan juga referensi bertukar begitu cepat, cukup sulit untuk menentukan hal apa saja yang ideal bagi diri kita masing - masing. Itu membuat kita diera sekarang menjadi skeptis, karena terlalu banyaknya informasi dan referensi yang kita dapat. Apakah harus tetap berseni dengan keidealisan, atau harus terbawa arus dan mengikutinya? Karena sekarang kita sudah memasuki era digital, seorang atau mungkin banyak seniman yang bertabrakan dengan kebutuhan komersil. Apakah itu salah? Tentunya tidak. Kesenian dari dulu memanglah sebuah pasar, kebanyakan orang - orang menengah keatas seperti para raja, bangsawan yang hanya bisa menikmati seni secara ekslusif. Namun, fenomena yang terjadi diera sekarang sudah menjadi hal yang tidak tabu lagi. Para seniman harus memilih apakah harus menjadi idealis atau komersialis. Masing - masing pilihan mempunyai dampak negatif dan positif.
Berseni dengan idealis akan punya dampak positif pada jiwa sang seniman, karena dia bisa menepis segala hal yang mengharuskan dia menjadi bukan dirinya sendiri. Dampak negatifnya adalah, masyarakat belum tentu menyukai atau menikmati apa yang seniman itu sajikan. Kemudian kebalikannya, berseni dengan memilih secara mengejar komersial akan mengekang dan memenjarakan jiwa dan gairah sang seniman itu sendiri karena bukan menjadi dirinya sendiri, tapi masyarakat bisa menerima dan menikmati apa yang seniman itu persembahkan.
KEMBALI KE ARTIKEL