"Selamat pagi, Husen. Menurutmu, apa itu buku?" tanya Yani, matanya bersinar penuh rasa ingin tahu.
Husen tersenyum lembut. "Pagi, Yani. Bagiku, buku adalah jembatan pengetahuan. Seperti yang pernah dikatakan Bunda Lely, buku adalah kumpulan lembaran yang berisi tulisan atau gambar, yang menghubungkan masa lalu, sekarang, dan masa depan."
Yani mengangguk setuju. "Benar sekali. Dan bagaimana menurutmu perubahan bentuk buku dari masa ke masa?"
"Perubahan itu menunjukkan adaptasi kita terhadap teknologi. Dari gulungan lontar hingga buku digital saat ini, semua adalah upaya manusia untuk memudahkan penyebaran informasi," jawab Husen sambil menikmati gigitan kue kering yang renyah.
"Lalu, apa perbedaan antara buku biografi dengan jenis buku lainnya?" Yani melanjutkan pertanyaannya.
Husen berpikir sejenak sebelum menjawab. "Buku biografi memberikan kita perspektif yang lebih dalam tentang kehidupan seseorang. Berbeda dengan fiksi, biografi memberi kita pelajaran dari kisah nyata yang didasarkan pada fakta, bukan imajinasi."
Yani tersenyum, merasa puas dengan jawaban temannya. "Terima kasih atas wawasanmu, Husen. Buku memang lebih dari sekadar alat; mereka adalah saksi bisu peradaban kita."
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati suasana kafe yang mulai ramai. Setelah beberapa saat, Yani kembali membuka percakapan.
"Husen, bagaimana menurutmu peran buku dalam menyimpan data dan informasi?"
"Buku memiliki peran vital, Yani. Mereka adalah saksi bisu perkembangan zaman, dari gulungan lontar hingga lembaran kertas yang kita gunakan sekarang. Buku tidak hanya menyimpan data, tapi juga cerita, ilmu, dan warisan budaya," jelas Husen dengan penuh semangat.
Yani mengangguk setuju. "Lalu, apa pendapatmu tentang buku biografi?"
Husen tersenyum, mengingat beberapa buku biografi yang pernah dibacanya. "Menarik sekali. Buku biografi itu seperti jendela yang memperlihatkan kita kehidupan orang lain. Melalui buku biografi, kita bisa belajar dari pengalaman, perjuangan, bahkan kesalahan orang lain. Ini adalah cara untuk menghargai perjalanan hidup seseorang dan mengambil pelajaran darinya."
Yani melanjutkan, "Bunda Lely Suryani berpendapat bahwa buku biografi adalah cara untuk mengenal tokoh penting. Apakah kamu setuju?"
"Saya setuju. Buku biografi memberikan kita perspektif yang lebih dalam tentang individu yang mungkin kita kagumi atau yang telah memberikan dampak besar pada masyarakat. Ini adalah cara untuk memahami mereka tidak hanya sebagai tokoh, tapi sebagai manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya," kata Husen sambil menatap Yani dengan penuh keyakinan.
Percakapan mereka terus mengalir, diiringi suara sendok dan cangkir yang beradu, menciptakan melodi pagi yang penuh makna. Keduanya tahu bahwa setiap kata yang mereka ucapkan, setiap pemikiran yang mereka bagi, adalah bagian dari jembatan pengetahuan yang mereka bangun bersama.