Suatu pagi, Yully bertemu dengan seseorang yang membuat hatinya berdebar kencang. Itu adalah pertemuan yang tak terduga di sebuah kafe yang sepi. Matanya bertemu dengan mata yang penuh harapan, dan dari situlah segalanya dimulai.
Rindu yang terpendam di lubuk hatinya mulai mengalir seperti air yang deras. Meskipun dia mencoba membendungnya, tapi rasanya tak bisa dihindari. Setiap kali dia melihat mata orang itu, segala hal indah hanya terpampang padanya.
Yully merenungi apa arti dari perasaannya ini. Bagaimana dia bisa begitu terpikat pada seseorang yang baru saja dia temui? Tapi seperti sebuah aliran sungai yang tak bisa dihentikan, rasa itu terus mengalir di dalam dirinya.
Hari demi hari berlalu, dan Yully mulai menyadari bahwa rindu ini adalah bagian dari dirinya yang tak bisa dia hindari. Dia membiarkan dirinya tenggelam dalam aliran perasaan yang mengalir deras. Meskipun belum pasti apa yang akan terjadi di masa depan, tapi saat ini, dia merasa bahagia karena bisa merasakan keabadian dari rasa itu.
Dalam diam, Yully menyadari bahwa kadang-kadang keabadian tidak harus diukur dengan waktu. Karena rindu yang dia rasakan, meskipun baru tumbuh, tetapi akan selalu ada di dalamnya, mengingatkannya akan keindahan dari perjumpaan yang tak terduga itu.