Sambil menyaksikan remang cahaya di antara riap pohon cemara, Yani teringat masa-masa ketika dia tidak sendiri. Kenangan itu lesap ke dalam jenggala matanya, membangkitkan perasaan yang lama terpendam. Senja yang selalu menjadi saksi bisu kesepiannya kini terasa lebih menyakitkan. Setiap bilah cahaya jingga yang disembunyikan oleh malam seolah mengingatkan Yani pada kehilangan yang terus menghantuinya.
Namun, sebelum senja berganti rupa dan malam mengambil alih, Yani merasakan sesuatu yang berbeda. Sebuah rasa hangat menjalar dari dadanya, mengalahkan dingin yang merayap di kulitnya. Cinta, yang dulu pernah jatuh jauh ke dalam dadanya, kembali hadir. Bukan cinta yang menyakitkan, tapi cinta yang memberinya kekuatan untuk terus bertahan.
Yani tersenyum, menyadari bahwa dia tidak harus selalu membaca kesedihan dari setiap kenangan. Cahaya jingga senja itu, meski menyimpan banyak cerita pilu, juga membawa harapan. Harapan bahwa di balik setiap kesedihan, selalu ada kesempatan untuk menemukan kebahagiaan.
Meski pada akhirnya Yani tetap menemui sunyi, dia tidak lagi merasa sendirian. Di senja kali ini, dia belajar mencari terang dalam gelap sendiri. Dengan catatan mimpi di tangan dan cinta yang kembali bersemi di hatinya, Yani siap menghadapi hari-hari yang akan datang. Di tempat paling sepi itu, Yani menemukan ketenangan dan kekuatan baru untuk melangkah maju.