Tanpa mengurangi rasa hormat dan kemuliaan terhadap dua khalifah besar Abu Bakr RA dengan gelarnya Ash Shidiq (Orang yang Jujur) dan Umar bin Khatab RA dengan gelarnya Al Mukhtar (Singa Padang Pasir), maka seperti merekalah mudah-mudahan gambaran akan harapan Jokowi dan JK dalam memimpin Indonesia 5 tahun kedepan, Insyaallah.
Dikisahkan dalam sebuah Hadist terdapat dua orang mualaf meminta jatah zakat kepada Abu Bakr yang saat itu menjabat sebagai khalifah/amir/pemimpin umat. Anehnya, kedua orang ini sudah memeluk Islam selama 2 tahun, sehingga mereka sudah tidak pantas lagi disebut sebagai seorang mualaf. Namun, Abu Bakr tidak serta merta menolak dan membantah permintaan kedua orang tersebut dengan mengutus mereka untuk menjumpai Umar Bin Khatab sebagai penasihat sekaligus pemegang kunci rumah harta (Baitul Mal).
Maka sesampainya kedua orang tadi kepada Umar untuk meminta jatahnya, diluar dugaan mereka, Umar dengan tegas dan keras menolak permintaan untuk memberikan zakat tersebut dengan alasan masih banyak rakyat yang membutuhkan zakat daripada kedua orang tadi yang diindikasi memanfaatkan kemualafannya untuk mendapat harta umat. Lalu dengan perasaan kesal kedua orang ini tadi kembali menghadap Abu Bakar dan mengadukan peristiwa yang telah terjadi.
"Wahai Abu Bakar, siapakah sebenarnya menjadi Amirul Mukminin! Kamu mengizinkan tapi sebaliknya wakilmu menolaknya!" Lalu kata Abu Bakr, "Umar berkehendak atas apa yang menjadi keputusannya, karena jika dia berkehendak, maka dialah yang pantas untuk menjadi Amirul Mukminin kalian" Betapa terkejutnya kedua orang ini mendengar perkataan Abu Bakar. Maka merekapun pergi meninggalkan Abu Bakar dan tidak pernah kembali lagi untuk meminta zakat kemualafannya.
Saudaraku apakah hikmah dari kisah kedua orang besar yang pernah hidup di zaman keNabian ini jika dibandingkan dengan calon Presiden kita Jokowi dan JK (Insyaallah)?
Berkhitbah kepada Abu Bakr, sebenarnya beliau tahu bahwa kedua orang tersebut tidaklah lagi pantas untuk mendapat zakat. Namun sebagai pemimpin beliau mencoba untuk berpihak kepada seluruh rakyatnya, bukan berarti dia penakut, lemah, dan tidak tegas dalam mengambil keputusan, namun bersikap teduh dan lembut dalam rangka membina umat. Berbeda halnya dengan Umar bin Khatab, penolakannya bukan berarti menunjukkan sikap ketidaktaatannya kepada Abu Bakar, namun sebagai penasihat dan wakil dia mawas diri untuk menegakkan kebenaran atas kekhilafan/kesalahan rekannya, bersikap lebih tegas dan keras karena di dalam hatinya dia mengetahui bahwa jika Abu Bakr yang melakukan hal tersebut maka umat akan lari. Tidak bertendensi apapun, maka mencari aman adalah bukan sifatnya. Lalu kenapa Abu Bakr tidak marah ketika dua orang tadi melaporkan ketidaktaatan Umar terhadapnya? Karena dia adalah pemimpin yang bijaksana, dia tahu hanya Umar yang bisa melakukan kebenaran tanpa tertutupi perasaan, dia membutuhkan orang seperti Umar yang bisa membantunya dalam mengambil keputusan dari berbagai macam kelompok kepentingan yang berbeda. Dia mawas diri, seandainya Umar mau maka Umar-lah yang lebih pantas untuk menjadi Amirul Mukminin.
Inilah contoh gaya kepemimpinan yang sungguh saling melengkapi. Kepemimpinan Abu Bakr yang tidak menawarkan keberingasan dan kekerasan sebagai sebuah solusi. Kepemimpinan yang membuat rakyatnya aman dan tentram meski keputusan para wakil-wakilnya sering tidak cocok di hati. Abu Bakr berjiwa damai. Pembawaanya tenang dan menyenangkan. Tutur katanya lemah lembut. Dia sangat bijaksana dalam berfikir, semoga seperti itulah Pak Jokowi memimpin nanti. Umar bin Khatab berjiwa tegas. Pembawaannya keras, membuatnya disegani. Menyelesaikan masalah tanpa ada tendensi. Rela berkorban tidak disenangi, demi kebaikan pemimpin dan umatnya yang terkadang mereka tidak mengerti, semoga seperti itulah pak Jusuf Kalla mewakili Jokowi.
Dari Aisha RA "Jika Allah menghendaki kebaikan terhadap seorang Pemimpin, maka diberinya seorang wakil/menteri yang jujur, jika lupa diingatkan, dan jika ingat dibantu. Dan jika Allah menghendaki sebaliknya dari itu, maka Allah memberi padanya wakil/menteri yang tidak jujur, hingga jika lupa tidak diingatkan dan jika ingat tidak dibantu. (abu dawud).