Selepas ujian akhir semester, para Masisir (Masyarakat Indonesia di Mesir) banyak melakukan berbagai kegiatan, mereka sibuk dengan aktifitassendiri demi mengisi waktu liburan yang sangat sia-sia jika tidak dimanfaatkan. Berhubung waktu liburan yang diberikan oleh berbagai universitas di Mesir cukup lama, salah satunya di Universitas Al-Azhar Asy-Syarief, tempat aku menuntut ilmu. Waktu liburan yang diberikan tak tanggung-tanggung, 4 bulan, terhitung dari akhir Juni sampai akhir September. Ini pun kuliah belum berjalan normal, masih bisa ditambah 1 bahkan 2 bulan lagi hingga akhir November. Tak jarang, mahasiswa yang mempunyai kelebihan harta, jauh hari sebelum ujian mereka sudah memesan tiket pulang ke tanah air Indonesia pada tanggal beberapa hari setelah ujian akhir semester usai. Maskapai faforit mereka adalah Qatar Airways, karena budgetnya yang paling murah diantara maskapai lain.
Serasa hidup dengan gaya orang Eropa, ya seperti itulah yang kurasakan kehidupan di Mesir, mengingat peralihan musim di negeri seribu menara ini mirip dengan di Eropa. Liburan akhir semester yang lama, ditambah dengan suasana musim panas (summer) memang sungguh menggoda, menggoda untuk pulang ke kampung halaman, menggoda untuk pergi jalan-jalan atau backpacker kata orang Inggris. Bagi yang berdompet tebal, mungkin akan memilih opsi pulang ke tanah air, namun tidak bagi yang berdompet pas-pasan, seperti aku, opsi menetap di negeri fir’aun adalah konsikuensi logis. Dan, untuk melepas kebosanan, satu-satunya cara adalah dengan rihlah atau jalan-jalan.
Jauh hari sebelum ujian, beberapa travel group milik masisir sudah memposting pendaftaran rihlah. Banyak pilihan yang ditawarkan karena banyaknya tempat wisata dan rekreasi yang begitu indah di Mesir. Rencana aku, untuk tahun ini tidak ingin melakukan jalan-jalan, lebih baik membeli buku berjilid-jilid, mengisi liburan di Mesjid talaqqi (belajar face to face) bersama para ulama-ulama besar al-Azhar. Namun, bukan lah hati kalau tidak berubah-ubah. Melihat sebuah pemflet liburan ke Matruh dan Siwa telah menggoyahkan iman ku, aku jadi teringat memori tahun lalu, memori indah nan manis yang terekam begitu rapi di tempat itu. Aku ingat, koleksi foto ku di sana belum mencukupi, masih banyak gaya-gaya foto ku yang tidak pas ketika berfoto di Matruh dan Siwa tahun lalu. (jangan ketawa ya… ). Dan sekarang, adalah kesempatan ku untuk menunjungi Matruh dan Siwa untuk yang kedua kalinya. Sebuah organisasi besar tempat ku bernaung, KMM (kesepakatan Mahasiswa Minangkabau) telah membuka pendaftaran untuk melakukan rihlah menyibak alam Matruh dan Siwa selepas ujian.Akhirnya nama ku tercantum berada pada urutan 50.
Matruh dan Siwa adalah dua nama tempat wisata yang berbeda. Matruh terletak di utara Mesir, sebuah deretan pantai yang langsung berhadapan dengan benua Eropa. Pantai di Matruh merupakan pantai bertaraf internasional karena keindahan tiada tara pantainya. Satu diantaranya adalah pantai Ageebah (ajaib) yang konon memiliki 7 warna, bahkan salah seorang temanku mengatakan Matruh cukup bersaing dengan pulau Suju di Korea Selatan. Sedangkan Siwa adalah sebuah nama daerah yang terletak di tengah-tengah Mesir atau tepatnya terletak di tengah padang gurun pasir yang gersang namun menyejukkan. Karena di daerah ini muncul lebih kurang 200 oase dan mata air yang airnya sangat begitu jernih dan menyegarkan, belum lagi rimbunan pohon kurma yang bertebaran.Nah, kedua tempat inilah yang akan menjadi tujuan rihlah atau jalan-jalan ku. Kedua tempat ini entah mengapa telah menyihirku, padahal masih banyak tempat wisata yang tidak kalah menarik dan indahnya dengan Matruh dan Siwa.
Malam hari, kami berkumpul di rumah gadang KMM –asrama milik kekeluargaan KMM-, First Settlement, New Cairo. Dari sinilah kami bertolak menuju Matruh yang nanti dilanjutkan ke Siwa. Kami akan berlama-lama di sana 3 hari 3 malam.
Rommel Beach dan Banana Boat
Sampai di Matruh, rombongan langsung menuju Rommel Beach, untuk rehat setelah perjalanan selama 7 jam dan sarapan pagi di pantai lepas Laut Tengah (Laut Mediterranean) dengan ombaknya yang menghempas batu karang di pinggir pantai. Dengan berbekal makanan yang dimasak oleh panitia di Rumah Gadang, seluruh peserta menikmati sarapan pagi. Ketika makan bersama dengan talam di pinggir pantai terasa ada kebersamaan dan keakraban. Terasa lebih indah.Setelah perut terisi dan stamina sudah pulih, kami langsung foto bersama di pinggir pantai lepas laut Mediterranean ini. Lautnya begitu indah dan biru pekat menandakan kedalaman yang curam, plus ombak besarnya yang menghantam keras batu karang di tepi pantai, sangat indah untuk menjepret dan mengabadikan diri di sini.
Setelah sarapan pagi, dan foto-foto narsis di tepi Laut Mediterania, kami berpindah ke sisi pantai Rommel lainnya yang sudah dikelola untuk menjadi objek wisata. Di tempat ini sebagian kami ada berenang, ada yang bermain sepeda air dan tidak sedikit yang mencoba tantangan Banana Boat. Menaiki Banana Boat memiliki keasyikkan tersendiri dan cukup memacu adrenalin. Betapa tidak, ditarik oleh boat dengan kencang dan dibalikkan di lautan menjadi sensasi tersendiri. Sebagian lain ada yang memilih bermain bola kaki di bibir pantai sebelum akhirnya juga berenang. Serta tidak sedikit yang memilih untuk menjadi penonton dan penikmat alam sambil berfoto ria.
Hamam Cleopatra (Tempat Mandi Ratu sejagat Raya Cleopatra) dan Pantai Ageebah
Tanpa terasa, matahari semakin tinggi, siangpun menjelang. Tengah hari kami berpindah untuk melihat objek wsiata lainnya yang terkenal di Kota Matruh, Hamam Celopatra. Tempat yang diklaim sebagai tempat pemandian ratu Cleopatra, seorang ratu cantik yang sangat tersohor di Mesir. Sayang sekali, di tempat ini kami hanya bisa berfoto-foto dari jarak jauh dari lokasi Hamam, karena ombak yang sangat deras dan besar, sedangkan posisinya agak menjorok ke laut, padahal kami sangat ingin melihat dari jarak dekat hamam Ratu Tercantik sejagat raya itu.
Setelah puas berfoto, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai `Ajibah. Keindahan pantai `Ajibah menghipnotis kami untuk berlama-lama menikmati keindahan pantai yang tersohor keindahan warna air lautnya ini. Di antara kami yang belum puas berenang di pantai Rommel, kembali menyelam di pantai Ageebah. Namun, tingkat kejernihan pantai Ageebah tidak sejernih dan sebening di pantai Rommel, sebabnya adalah karena terlalu banyak sekali orang yang berkunjung dan bermandi ria di sini, tidak hanya orang Mesir, turis dari berbabagai mancanegara pun turut menyumbang kekeruhan pantai ini, termasuk kami turis dari Indonesia, hehe. Karena ini adalah pantai yang paling terkenal dan indah, dengan perhitungan matang, setelah mencharge baterai kamera digital, saatnya menghabiskan baterai kembali dan jumlah maksimal foto yang tersedia. Dari bawah pantai hingga bukit pantai, membuat kami lelah berfoto-foto. Dan menunggu sunset tiba, kami bermain bola bersama. Tapi nasib sedang tidak berpihak pada kami, berjam-jam menunggu sunset, ternyata sunset tidak muncul di pantai Ageebah, melainkan terbenam di arah bukit yang berlawanan dengan arah laut.
Siwa, Misteri dan Keindahan Alamnya
Menjelang matahari tenggelam, perjalanan dilanjutkan menuju Siwa. Setelah menempuh perjalanan selama 3,5 jam melewati gurun pasir, kami sampai di Hotel Cleopatra. Sebanyak 50 orang menginap di hotel ini.
Pohon-pohon palem yang rimbun di sepanjang Oasis Siwa menyimpan sejarah penting sehingga kami yang bersedia mengadakan perjalanan jauh dan panas melintasi gurun ini pasti akan sangat menghargai keberadaannya.
Secara sepintas lalu, Siwa, oasis Mesir yang paling sulit dicapai, berada di tengah-tengah Gurun Barat, 31 mil dari perbatasan Libya, dikelilingi oleh hamparan bukit-bukit pasir Great Sand Sea, dan dataran tinggi batu gamping Middle Miocene.
Siwa masih tetap merupakan tempat terpencil yang indah dan penuh misteri. Cerita-cerita gaib mengenai jin-jin pada cerita Seribu Satu Malam di Arabia akan dengan sangat mudah untuk dibayangkan keberadaannya di bawah langit malam surga gurun ini.
Kota dan pedesaan yang berada di sekitar oasis tersebut adalah pemukiman rumah yang dihuni lebih dari 20.000 penduduk di mana mayoritas penduduknya adalah etnis Barbar yang berbicara dalam bahasa daerah Tasiwit, yang juga dikenal dengan Siwi. Populasi penduduk lokalnya dibagi atas sebelas suku, yang diatur oleh masing-masing kepala sukunya. Kejahatan yang dilakukan penduduk Siwa ditangani dengan aturan suku setempat.
Karena Siwa masih merupakan tradisi kesukuan kuno, adalah sangatumum bagi seorang gadis untuk menikah di usia muda seperti 14 tahun. Setelah menikah, kaum perempuan suku Siwa setempat hampir tidak pernah terlihat keluar dari rumah tanpa menggunakan kerudung kepala penuh yang terbuat dari sifon hitam, yang digunakan untuk menutupi seluruh kepala dan wajah.
Meskipun para wisatawan dan beberapa orang asing yang tinggal di Siwa menggunakan pakaian model Barat mereka yang umum, mereka tetap merupakan sebuah komunitas yang konservatif.Sifat spesial Siwa yang misterius, nampak ada di mana-mana, namun sulit dikenal. Mungkin saja karena Siwa adalah sebuah kepulauan yang dipenuhi dengan tumbuhan hijau, udara segar dan air murni, dan ia merupakan kehidupan di tengah-tengah ratusan mil gurun pasir yang gersang dan menghanguskan.
Salt Lake (Danau Garam), Jabal Dakrur dan Ain Cleopatra
Memasuki hari kedua, setelah sarapan pagi, kami menikmati rahasia alam yang ada di negeri penghujung Mesir yang berbatasan langsung dengan Libya ini. Perjalanan dimulai dengan melihat Salt Lake, danau garam. Danau berukuran lebih kurang 8 x 40 km sudah tua sekali, sudah ada sejak zaman raja Amon (7 Abad SM). Saat dikunjungi, di pinggir danau, garam banyak yang membeku, sehingga tampak memutih. Sayangnya garam ini belum beryodium.
Setelah puas menikmati panorama Salt Lakedan berfoto ria, kami beranjak menyaksikan Jabal Dakrur. Sebuah bukit tempat berkumpulnya penduduk Siwa setiap tahunnya pada saat ulang tahun Siwa. Acara yang diadakan pada pertengahan bulan Hijriah yang terjadi di bulan Oktober ini biasanyabertepatan dengan momen setelah panen Kurma dan Zaitun. Siwa merupakan daerah yang terkenal dengan perkebunan Kurma dan Zaitunnya.
Semua masyarakat berkumpul dengan dihadiri oleh 11 Syaikh, kepala kabilah di seluruh Siwa. Semua permasalahan sosial yang terjadi dalam setahun diselesaikan di bukit ini. Para pemimpin kabilah yang akan langsung menyelesaikannya. Sehingganya selesai dari pertemuan itu, tidak ada lagi permasalahan masyarakat yang terjadi. Konon kabarnya kriminal nyaris tidak pernah terjadi disana. Tidak ada perkelahian, apalagi pembunuhan. Suasana terlihat sangat islami dan budaya bertahan kuat.
Dari Jabal Dakrur perjalanan dilanjutkan menuju `Ain Cleopatra. Sebuah sumber mata iar yang sejuk di tengah perkebunan kurma, sumber kehidupan dan pengairan bagi masyarakat Siwa yang juga sudah berusia tua sekali. Konon di Siwa terdapat ratusan mata air yang berusia sangat tua. Mata air ini dinamakan dengan `Ain Cleopatra, karena dulu pernah dikunjungi oleh ratu Cleopatra. Dari `Ain Cleopatra perjalanan dilanjutkan mengunjungi kuil Amun.
Bagaimanapun juga, tidaklah mengherankan apabila oasis indah yang terpencil ini pernah menjadi salah satu tempat dari oracle (sabda dewa) yang paling berpengaruh di dunia yang lampau. Kuil oracle atau yang biasanya disebut Kuil Amun, diambil dari nama seorang Dewa Mesir, masih tegak berdiri, meskipun kebanyakan telah menjadi puing-puing kecuali yang tersisa hanyalah tembok ruang utama.
Berdasarkan bukti arkeologi, Kuil Amun diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke-7 SM dan telah menyaksikan banyak raja-raja dan orang-orang besar yangmengambil risiko untuk melakukan perjalanan berbahaya menempuh gurun pasir untuk menerima ramalan oracle di sana.
Oracle Siwa menjadi kuat dan berpengaruh, yang menyatakan bahwa pada abad ke-525 SM, raja Cambyses, penguasa Persia pertama atas Mesir, akan mengirimkan 50.000 pasukan tentara untuk merebut daerah itu dan menggulingkannya, dan karena ia telah memprediksikan kematiannya.
Sebagai konsekuensi atas usaha invasinya, seluruh pasukan menghilang di tengah Gurun Barat tanpa jejak. Bukti tentang nasib dari para pasukan-pasukan tersebut tidak ditemukan sampai dengan hari ini. Meskipun dalam tulisan yang ditinggalkan oleh Herodus, sejarahwan Yunani dinyatakan mungkin saja telah terjadi badai pasir yang telah menelan semua pasukan beserta seluruh pakaian perang dan perlengkapan yang mereka bawa. Jarang terpikir oleh kita, mengapa pada 331 SM, Alexander Agung, raja Romawi, si pencari kemasyuran itu pergi untuk berunding dengan oracle Siwa.
Ia pergi untuk memastikan apa yang telah ia putuskan untuk dirinya sendiri—bahwa ia adalah seorang keturunan langsung dan putra Dewa Amun, yang juga dikenal sebagai Dewa Zeus atau Jupiter oleh bangsa Yunani.
Diantara semua orang yang mengunjungi Siwa, ia adalah orang yang paling terkenal dan jika bukan karena dirinya, mungkin saja oasis tersebut telah hilang dari sejarah.Alexander telah meninggalkan kejayaan bagi Siwa. Tak peduli apa pun yang telah dibisikkanoleh oracle itu kepadanya, hal ini telah menuntunnya untuk mempercayai bahwa ia memang benar, dengan begitu telah mendorong nalurinya untuk menaklukan Asia.
Jazirah Fatnas
Setelah sejenak singgah di Kuil Amun kunjungan dilanjutkan menuju Jazirah Fatnas. Sebuah daratan yang menjadi kebun kurma di tengah Salt Lake. Di pulau yang hijau ini juga terdapat sebuah mata air yang dikenal dengan Ain Shouruf. Di mata air yang sejuk ini sebagian kami memilih untuk berenang. Meskipun diameternya kecil, tapi tidak sedikit yang berenang di dalamnya. Sebagian lain memilih untuk memetik kurma dan menikmati keindahan alam di penghujung pulau sambil meminum minuman dingin.
Off Road & Sand Skatting di Padang Sahara
Dari jazirah Fatnas, kami kembali ke hotel untuk rehat sejenak dan bersiap-siap menikmati objek selanjutnya. Wisata safari (off road) di padang pasir Sahara, sebagai objek utama yang menjadi andalan Siwa dan menjadi tujuan para pelancong sudah siap menanti. Objek yang satu ini merupakan wisata yang paling menegangkan, penuh tantangan dan mengundang decak kagum setiap orang yang mengikutinya, apalagi kami, makhluk dari Negara yang hanya bisa merasakan air hujan kini akan merasakan padang pasir Sahara yang dulu dipelajari di pelajaran Ilmu Sosial SD dulu. Keinginan ku akhirnya tercapai, ini, tempat inilah salah satu tujuan utama ku mengapa ingin kembali ke Matruh dan Siwa.
Sebuah perjalanan sore yang menguji nyali kami ini dimulai pukul 15.00 WK. Setelah memasuki wilayah gurun, para sopir Jeep dan Land Cruiser melakukan atraksi-atraksi yang membuat kami seakan berhenti bernafas, menegangkan sekaligus seru. Para sopir Siwa yang sudah teruji tidak takut sama sekali untuk menuruni penurunan curam dan terjal di padang pasir yang nyaris lurus vertikal. Kami seakan tidak percaya dengan apa yang mereka alami sendiri. Seakan mimpi di siang bolong.
Selain menikmati adventure yang seru, kami menikmati indahnya panorama padang pasir yang sangat menakjubkan. Indahnya padang pasir yang selama ini hanya dilihat dari foto-foto dan video kali ini disaksikan dengan mata kepala sendiri. Eloknya bentukan alam ini seakan sengaja didesign oleh seorang creator ahli, sayangnya bukan, yang dilihat adalah murni Maha Karya Ilahi yang sangat menakjubkan dan mengundang tasbih setiap orang yang berada di atasnya.
Di padang pasir, selain menikmati indahnya pesona padang pasir, kami bisa bermain skate, menuruni lembah-lembah tinggi, yang menambah indah perjalanan sore itu. Setelah puas bermain skate, kami segera menikmati oase padang pasir, yang menjadi panorama tersendiri. Di oase, sebagian dari kami berenang, menikmati kenyamanan air oase yang sejuk di penghujung sore. Sebagian lain ada yang menghabiskan waktu dengan berfoto ria mengabadikan siluet senja di padang pasir.
Setelah menikmati panorama oase, kami berkumpul di satu tempat yang tinggi untuk menyaksikan sunset di padang pasir. Subhanallah, betapa agung ciptaanMu ya Rabb. Lakal hamdu kulluhu. Allahu Akbar. Lidah terasa kelu untuk mengungkapkannya. Tak ada kata-kata yang sanggup mewakilinya. Ketika malam mulai kelam, kami baru kembali menuju hotel untuk menghadap Ilahi, Kreator Hakiki tiada bandingan, sholat maghrib berjamaah.
Setelah makan malam, kami mengunjungi Qaryah Barbariah atau disebut juga dengan Syali Qodimah, yang bermakna kota tua. Syali adalah bahasa Barbar yang bermakna kota. Syali Qadimah kota kuno tempat tinggal orang Barbar pertama kali di Siwa. Mereka membangun rumah di atas bukit sejak sebelum masehi dulu danmasih bertahan hingga sekarang.
Syaliini terbuat dari gugusan batu bata dan tanah liat, dengan kamar seukuran satu meter. Di Kota Mati ini tak ada lagi kesan kehidupan. Lalat pun segan terbang ke sana. Rumah dibangun dengan pondasi alami bukit karang yang menancap ke dalam dasar bumi dengan tambahan kayu kurma. Sebuah kota yang dibuat seperti benteng dengan bertingkat tujuh memiliki 4 gerbang utama.
Dulu, ketika senja tiba, semua gerbang benteng ini ditutup. Tidak ada lagi penghuni yang masuk dan keluar. Gerbang kembali dibuka setelah matahari terbit keesokan harinya. Semua kehidupan berlangsung di dalam kota itu. Kemampuan arsitektur suku Barbar di Siwa melebihi kecerdasan arsitektur bangunan pada zamannya. Dari puncak syali Qadimah terlihat jabal mauta (kuburan di atas bukit), danau garam, oase siwa, kuil Amon, serta seluruh kota Siwa dapat terlihat dari puncaknya.
Memasuki hari ketiga, kami bersiap-siap untuk kembali ke Kairo melalui kota Matruh. Setelah menunaikan shalat Subuh, aku dan sebagian kawan yang lain menyewa sepeda penduduk setempat untuk melihat-lihat keindahan Siwa di pagi hari sambil menghirup udara segar. Sebagian lain ada yang bermain bola di halaman hotel. Setelah mengkonsumsi sarapan pagi, kami chek out dari hotel dan melanjutkan perjalanan menuju Kairo melalui Matruh.
Sebelum ke Kairo, kami kembali singgah ke Pantai Obayd (pantai putih), keindahan pasir putih dan ombaknya yang tenang menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong. Setelah melaksanakan shalat Zuhur dan Ashar dijamak taqdim dan diqashar, sebagian kami kembali berenang.