Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Menulis: Peran Strategis Guru dalam Demokrasi Pendidikan

10 November 2014   19:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:10 316 0
Guru adalah praktisi pendidikan, tapi ruang lingkupnya bukan di level kebijakan. Kalau begitu, apakah tepat kalau guru diharapkan berpartisipasi dan memengaruhi kebijakan pendidikan? Mustahil. Kalau mau menjadi orang yang memengaruhi kebijakan pendidikan, jadilah bagian dari birokrasi dan menjadi kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Tampaknya begitu. Lihatlah begitu berkuasanya Menteri Pendidikan kita untuk tetap menjalankan Kurikulum 2013 kendati terbentur oleh hujan kritik dan ketidaksiapan di lapangan.

Sebuah contoh kebijakan pendidikan adalah di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang menerapkan sistem alternatif Ujian Nasional dengan menerapkan program Kelas Tuntas Berkelanjutan (KBT). Program itu sudah berjalan dua tahun dan terintegrasi dengan 17 perguruan tinggi terkemuka, termasuk beberapa PTN terkemuka. Biasanya siswa tinggal kelas dan harus mengulang kembali semua mata pelajaran meski dia misalnya hanya tidak lulus 1 atau 2 mata pelajaran. Padahal sebenarnya sistem tinggal kelas tidak adil dan memboroskan anggaran pendidikan. Karena itu, KBT menganut sistem kredit, dalam arti tidak mengenal istilah tinggal kelas. Siswa yang nilainya kurang dalam mata pelajaran tertentu bisa kembali mengulang mata pelajaran tersebut meski telah duduk di kelas selanjutnya. Hasilnya, tahun 2012 lalu ada 71 siswa yang tidak lulus UN namun tetap bisa kuliah di 17 perguruan tinggi yang bermitra dengan Pemerintah Kabupaten Gowa. Ini sebuah contoh otonomi daerah, sesuatu yang mustahil terjadi di era Orde Baru yang serba sentral.Tapi sekali lagi, hanya itu yang bisa dilakukan daerah. Kebijakan UN sendiri ditentukan di pusat, di Kemendikbud. Karena itu, jadilah pejabat hingga ke tingkat pusat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun