Golput atau golongan putih adalah sekelompok masyarakat yang baik secara sengaja atau tidak disengaja tidak memberikan suaranya dalam suatu pemilihan umum. Sengaja, yakni dengan secara sadar tidak menghadiri pemilu, hadir tapi tidak mencoblos atau mencoblos tapi tidak sah secara sengaja. Tidak disengaja bisa disebabkan tidak terdaftar sebagai pemilih, sedang berada dalam perjalanan, sedang dirawat di rumah sakit atau penyebab-penyebab lainnya.
Di Indonesia, tingkat golput terbilang cukup tinggi. Sejak pemilu tahun 2009 saja, dalam setiap pemilihan baik gubernur atau walikota, rata-rata ada 35 persen pemilih golput. Sebagai gambaran kita misalkan pada suatu provinsi X terdapat 5 orang calon gubernur. Ternyata pasangan cagub A berhasil menang satu putaran dengan suara 30 persen. Dengan asumsi jumlah pemilih golput di atas maka sesungguhnya total warga yang memilih hanyalah 100% – 35% = 65 persen, sehingga yang memilih cagub A hanya 30% x 65% = 19,5 persen dari total penduduk provinsi tersebut saja!
Dengan kata lain pemenang sebenarnya dari pilkada tersebut (dan sebagian besar pilkada lainnya) adalah golput.
Menariknya lagi, sebagian besar pemilih golput di Indonesia justru berasal dari kalangan menengah ke atas dan terpelajar. Para pemilih golput ini terdiri dari orang-orang yang bisa berpikir rasional dan memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi. Sebagian besar lebih memilih golput karena kesal dengan partai politik yang korup, muak dengan tingkah polah para politisi, apatis terhadap pemilu atau terang-terangan tidak peduli terhadap masa depan negara.
Terlepas dari stigma bahwa setiap partai politik itu kotor dan korup, kekurangan parpol dan capres Indonesia adalah semuanya cenderung menjual hal yang sama dan tidak ada yang memiliki ideologi yang jelas. Coba kita ingat semua kampanye yang pernah ada, pasti SEMUA calon mengatakan akan memberantas kemiskinan, memurahkan pendidikan, blah blah blah blah blah blah. Semua sama, semua seragam.
Bandingkan dengan pilpres Amerika tahun 2012 antara Obama lawan Romney. Perbedaan pandangan keduanya disampaikan secara jelas dan terbuka baik mengenai pandangan ekonomi, sosial, perang irak, pernikahan sesama jenis dan sebagainya. Dengan adanya perbedaan ini masyarakat yang lebih setuju dengan program Obama akan memilih Obama dan sebaliknya. Berbeda dengan Indonesia, yang karena semua capres programnya sama, maka yang dijual adalah pencitraan, bukan program atau kemampuan.
Tentu kita sebagai manusia berpendidikan akan setuju lebih baik memilih golput dan merasa bangga atas hal tersebut. Lebih baik golput daripada toh presidennya juga sama korup juga akhirnya.
Benarkah lebih baik golput daripada memilih?
Akan saya ulang kalimat saya di atas sekali lagi, “…sebagian besar pemilih golput di Indonesia justru berasal dari kalangan menengah ke atas dan terpelajar.”
Dan coba saya ganti kalimatnya menjadi,
“…sebagian besar peserta pemilu di Indonesia yang menentukan masa depan bangsa selama lima tahun ke depan berasal dari golongan masyarakat kurang berpendidikan yang tidak punya akses terhadap informasi.”
Bukannya bermaksud merendahkan, namun golongan ini cenderung memilih berdasarkan tidak berdasarkan logika namun lebih berdasarkan perasaan. Contohnya seperti memilih capres yang ganteng, yang sering ada iklannya di tivi, yang orang jawa, yang keturunan proklamator atau yang paling berbahaya adalah karena diberi uang oleh pihak tertentu.
“Toh, itu bukan presiden pilihan saya kan saya tidak milih.”
Walaupun anda memilih golput tidak berarti anda bisa lepas tangan terhadap masalah yang muncul karena kesalahan memilih pemimpin. Dalih di atas menjadi invalid karena secara tidak langsung justru karena kontribusi anda lah pemimpin tersebut bisa terpilih di mana seharusnya bisa saja ada calon yang lebih layak dan baik yang bisa menang jika suara anda diberikan kepadanya.
“Tapi kan satu suara tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap hasil akhir pemilihan?”
Satu suara mungkin tidak, tapi tiga puluh lebih persen suara tentu akan berpengaruh, SANGAT berpengaruh.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Meskipun hampir tidak mungkin bagi kita untuk membersihkan partai-partai politik yang ada, setidaknya kita bisa menggunakan logika dan nalar kita untuk memilih presiden yang terbaik. Permasalahan yang timbul kemudian adalah tidak adanya perbedaan yang jelas mengenai visi misi antar para calon seperti yang sudah tertulis di atas.
Tentu saja, sebagai masyarakat yang bisa mengakses internet, tidak sulit bagi kita untuk mendapatkan informasi tentang hal tersebut. Salah satu website yang cukup menarik untuk disimak adalah Indonesia 2014 di mana kita bisa mendowload majalah secara gratis yang berisi wawancara dengan para calon calon presiden. Menariknya wawancara ini bukan mengenai janji-janji atau kampanye melainkan lebih ke pemikiran dan ideologi para calon capres tersebut. Hal ini dapat menjadi salah satu dasar bagi kita untuk mengenal dan mempertimbangkan calon alternatif selain calon mainstream yang ada seperti Prabowo atau Bakrie.
Mudah juga bagi kita mengikuti perkembangan berita melalui situs-situs media online atau forum-forum online. Tentu saja sebisa mungkin kita mencari berita yang faktual dan berimbang, tidak mendewakan atau menjelek-jelekkan salah salah satu atau lebih calon.
Cara lain yang bisa dilakukan untuk lebih mengenal para tokoh adalah lewat televisi. Melalui apa yang disampaikan tokoh tersebut, biasanya berupa komentar atas suatu kejadian, kita bisa tahu apakah orang tersebut benar-benar pintar atau cuma melawak saja sebagai politisi. Acara debat capres yang akan muncul di televisi menjelang pemilu juga merupakan cara mudah lain untuk lebih mengenal capres yang ada, meskipun janjinya pasti akan sama saja setidaknya kita bisa menilai cara penyampaian dan cara berpendapat calon tersebut untuk tahu mana yang cerdas dan mana yang kurang atau bahkan tidak cerdas.
Trik Menonton Debat Capres
1. Siapkan pensil dan selembar kertas.
2. Hitung berapa kali masing-masing calon mengucapkan kata ‘rakyat’.
3. Jangan memilih calon yang lebih sering menyebut kata ‘rakyat’.
Karena semakin sering kata tersebut diucap mengindikasikan bahwa bagi calon tersebut rakyat hanyalah suatu hal yang sepele dan enteng digunakan untuk mengumbar janji gombal.
Catatan: Cara ini tidak teruji secara akademis, gunakan hanya dalam keadaan terdesak.
Pemilu Legislatif
Cara-cara di atas berlaku hanya untuk pemilu presiden saja, bagaimana dengan pemilu legislatif? Tentu saja cara yang paling baik adalah dengan mempelajari para calon dan memilih yang terbaik menurut kita. Permasalahannya adalah jumlah calon yang terlampau banyak dan minimnya data yang tersedia mengenai calon-calon tersebut.
Yang bisa kita lakukan pertama adalah pilihlah calon dalam partai yang mendukung capres pilihan anda. Syarat menjadi calon presiden 2014 adalah dicalonkan oleh partai atau gabungan partai yang memperoleh minimal 20 persen suara dalam pemilu legislatif. Jadi jika misalnya anda mendukung capres A dan capres tersebut didukung oleh partai AAA, setidaknya anda bisa memilih partai AAA dalam pemilu legislatif.
Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengetahui siapa calon yang tidak ingin kita pilih. Di televisi sering kita lihat anggota DPR yang terkena kasus korupsi, mendukung pembubaran KPK atau yang senang mengeluarkan statement bodoh. Bila kita melihat nama orang-orang tersebut ada dalam list calon anggota DPR 2014 setidaknya kita bisa bijaksana untuk tidak memberi mereka kesempatan mengembangkan kebodohannya lebih lanjut.
PENTING
Baik itu pemilu legislatif atau presiden, jika ada tim sukses calon yang membagi-bagi uang atau sejenisnya langsung saja buang calon tersebut dari hati dan pikiran anda. Sudah bukan zamannya orang macam itu menjadi pemimpin lagi.
Ngotot Golput
Jika setelah merenungkan sekali lagi anda masih berniat untuk menjadi golput tentu saja bukan hak saya untuk melarang. Setidaknya meskipun golput tetaplah gunakan hak pilih anda dengan cara datang tapi mecoblos secara tidak sah. Coblos saja lebih dari satu calon atau cobloslah di luar kotak yang disediakan.
Setidaknya bertanggung jawablah dan jangan sampai tidak datang atau datang tapi tidak mencoblos karena kertas suara anda yang kosong bisa dan akan dimainkan oleh pihak tertentu.
Jangan pula mengajak orang lain untuk golput. Tanpa anda ajak pun banyak masyarakat lain yang sudah golput dari asalnya, kalau bisa tidak perlu ditambah lagi.
Jadi, sudahkan anda menjadi golput dengan baik dan benar?