[caption id="attachment_200562" align="aligncenter" width="620" caption="Jokowi-Ahok"][/caption] Nuansa markas tim pemenangan dua pasangan calon kontestan Pemilukada DKI Jakarta yang lolos ke putaran kedua cukup jelas terlihat. Kesibukan lebih jelas terlihat sejak Rabu (11/7/2012) sore, saat hitung cepat yang disiarkan beberapa media online menunjukkan gambaran keunggulan dua pasangan. Kedua markas itu hanya berjarak beberapa ratus meter. Markas yang satu di Jalan Diponegoro, Jakpus. Yang lainnya di Jalan Borobudur. Di jalan induk ada markas Foke-Nara. Tepat di seberang markas tersebut ada jalan kecil yang mengarah ke markas Jokowi-Ahok. Walaupun terkategori bertetanga, warna "perayaan" menyambut hasil quick count (QC) pada Rabu lalu cukup berbeda. Di Borobudur, pendukung Jokowi-Ahok didominasi kaum hawa yang umumnya mengenakan baju khas kotak-kotak. Tak sedikit ibu-ibu yang membawa serta anak-anak untuk bergembira bersama, berbagi keceriaan di rumah Jokowi-Ahok yang memiliki halaman luas. Mereka berceloteh riang diselingi tawa, dan sesekali yel-yel, menyambut keunggulan yang cukup mengejutkan pasangan usungan mereka. Di sisi lain, markas Foke-Nara, bergerombol kelompok-kelompok pria berkostum hitam dengan tulisan dukungan bagi pasangan bernomor urut 1. Juga, kelompok lain berpakaian biru dan putih. Teriakan-teriakan kemenangan mereka lebih berwarna kegeraman. Mungkin...mungkin ya..lantaran kemenangan satu puturan yang digembar-gemborkan sebelumnya gagal (separuh) total. Seluruh hasil QC, termasuk dari lembaga survei yang sebelumnya menyebutkan Pemilukada DKI Jakarta berlangsung satu putaran, ternyata hanya menyempatkan Foke-Nara pada posisi kedua. Yel-yel kemenangan berwarna kegeraman pun berkali-kali diteriakkan dengan lantang oleh pria-pria yang memenuhi halaman rumah di seberang LBH Jakarta itu. Tak lupa sesekali muncul hujatan terhadap pasangan "orang luar" yang tak disangka-sangka bisa mempecundangi mereka. Situasi itu membuat orang yang melintas merasa tak nyaman. Warga lain, bahkan wartawan sekali pun tentunya enggan merapat jika tidak benar-benar berkepentingan. Itu jelas berbeda dengan keriuhan di Borobudur. Warna keriangan yang hangat seakan menyedot warga sekitar untuk ikut bergembira, berpartisipasi merayakan keunggulan Jokowi-Ahok, meski untuk sementara. Suasana tiap markas mungkin sekadar ekspresi kelompok. Tapi, nuansa berbeda yang ditunjukkan bisa menjadi gambaran sekaligus pengukur level keakraban dan kehangatan dari masing-masing pasangan calon. Pasangan mana yang kompak menyatu dengan pendukungnya, pasangan mana yang kokoh dibentengi kelompok massa khusus (khusus bukan berarti bayaran lho..hehe..). Gambaran ini juga bisa menjadi tolok ukur kepemimpinan di Ibukota RI mendatang. Silakan menilai, and...selamat memilih!!!
KEMBALI KE ARTIKEL