Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Dunia Multitafsir

10 Februari 2010   12:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:59 128 0
Berita awal November 09, Obama akan berkunjung ke China pada pertengahan November. Taiwan bergerak cepat melobi negara-negara yang dipandang bisa memasok persenjataan modern ke negara pulau itu. Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Il menegaskan tidak ada pelanggaran HAM di Korut. Di China daratan, gerakan antireformasi China bergerak luas. Kalangan bisnis US menuntut perlunya kebijakan dumping diberlakukan khusus dalam hubungan dagang dengan China. Apa hubungan kelima berita itu? Berita pertama, kunjungan Obama ke China, adalah trigger. Sedangkan, empat berita lainnya adalah penafsiran atas berita tersebut.

Sejak jaman perang sipil melawan CCP, Kaum Nasionalis di bawah pimpinan Chiang Kai-shek memilih mundur ke Taiwan. Dengan dukungan AS, mereka memilih memisahkan diri dari saudara tuanya, RRC. Karena itu, Taiwan merasa tersengat tiap kali ada gejala kedekatan antara US-RRC. Taiwan menafsirkan kunjungan Obama sebagai main mata antara US-RRC. Hal terpenting yang harus diperjuangkan Taiwan adalah eksistensi negara mereka. Tanpa dukungan US, jalan mempertahankan eksistensi itu adalah dengan memperkuat pertahanan negara/angkatan bersenjata.

Korea Utara dan RRC adalah sekutu sekaligus tetangga. Tentara CCP lah yang membantu memukul mundur pasukan sekutu Jenderal Mac Arthur pada PD II yang sebenarnya sudah hampir menguasai seluruh semenanjung Korea. Korut menafsirkan kunjungan Obama, sebagai pendekatan US melalui sekutunya untuk mengintervensi kebijakan pembangunan dan HAM di Korut.

Gerakan antireformasi di RRC digalang oleh kelompok tradisionalis yang beranggapan bahwa sistem politik dan paham yang dianut negara RRC saat ini telah membantu bertumbuhnya China menjadi Negara raksasa di dunia. Kedatangan Obama ditafsirkan sebagai upaya untuk mendukung gerakan reformasi yang digalang sebagian kalangan muda yang menuntut keterbukaan China.

Kalangan bisnis US yang kelimpungan menghadapi serbuan produk China sangat berharap Obama akan mengangkat isu hubungan dagang yang pincang dengan China. Peningkatan impor ke China sebesar 3,5 persen pada kuartal kedua 2009 berbanding terbalik dengan sejumlah larangan terhadap produk made in US yang diberlakukan RRC.

Yang terjadi kemudian dalam kunjungan tersebut adalah Obama bertemu dengan calon-calon pemimpin masa depan RRC di Shanghai, sebelum bertemu dengan Hu Jintao, Presiden RRC. Dalam pertemuan dengan Hu, Obama lebih menyoroti masalah HAM, terkait sejumlah kasus yang terjadi di Tibet dan Xinjiang. Topik hubungan dagang juga diangkat dalam pembicaraan Obama-Hu, itu pun tanpa ada tekanan terhadap pemerintahan Hu. Nah, gimana dgn isu lainnya: isu Korut, isu Taiwan, is gerakan reformasi/oba-mao (Zedong)? Mungkin dibicarakan, mungkin juga tidak sama sekali. Tapi semua yang terjadi pasti menyisakan dampak atau pengaruh. So, apakah tafsiran mereka menjadi nyata dalam pembicaraan Hu-Obama bukan sesuatu yang penting.

****************

Nah, the Komps, pengantar panjang dari situasi yang jauh dari kepentingan Indonesia itu bisa menjadi referensi atas apa yang terjadi di Indonesia. Di era keterbukaan, di alam demokrasi, di masa kebebasan berbicara dan berpendapat, semua orang berhak menafsirkan apa yang sedang menjadi sorotan umum. Ada kebebasan juga untuk mengungkapkan tafsiran atau opini saya dan Anda dalam berbagai bentuk ekspresi, entah karya seni, karya jurnalistik atau pun tulisan popular, hingga demonstrasi. Itu sesuatu yang sehat, dari aspek tertentu.

Dari kasus Century, Patung Obama, ulah supporter bonek Persebaya, cinta Nova, hingga penggunaan kondom, telah menyita perhatian banyak orang. Benar salahnya, penting tidaknya tafsiran atau pendapat bukanlah yang utama. Yang pasti semakin banyak orang yang sadar akan hak berekspresi. Buah dari ekspresi tersebut minimal mendatangkan pembelajaran secara personal.

Yang paling konyol, menurut saya adalah mempersoalkan apakah tafsiran, pendapat, ekspresi itu penting atau tidak. Dan, kepentingan itu diukur dari pandangan bahwa topik tersebut menyentuh intisari persoalan atau tidak...hehehe. Jadi, kalo sibuya jadi topik perbincangan, itu bukan soal penting atau tidaknya, itu soal ekspresi dan pendapat. Penafsiran atas sibuya pun termasuk di dalamnya. Kalau anggota Pansus sibuk mengomentari Ruhut Sitompul yang banyak ngelantur dalam rapat pansus Century, itu bagian dari tafsiran atas fakta tertentu yang ditemukan. Apa yang melatari ulah Ruhut, hanya dia yang tahu. Tapi jika ada yang ingin mendiskusikannya itu bukanlah pembicaraan yang remeh-temeh karena pasti ada titik pembelajaran yang bisa dipetik. Demikian pula kalau ada pendapat atau pembicaraan mengapa Nova meninggal rumah demi cintanya atau mengapa suporter bonek demikian nekat dan kerapkali berulah. Semuanya bagian dari realitas sosial yang merupakan fenomena kehidupan.

Berbicara tentang fenomena, apa yang kita cerap secara kasat mata,secara indrawi, menurut pakar fenomenologi E Husserl, adalah fenomena (pheunomenon). Dari fenomena-fenomena itulah manusia harus menemukan noumenon atau intisari. Sebab itu, kalau memang ada skala perbedaan antara yang remeh-temeh, yang kulit luar, fenomena dengan hal yang penting, pokok, intisari/noumenon, yang harus dipahami adalah tanpa membedah tema pelengkap, kita tidak akan sampai ke poin utama. Tanpa mengupas kulit kita tidak akan sampai pada intisari. Tanpa mendalami fenomena kita tidak akan sampai ke noumenon.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun