Pada jaman setelah bumi timor ini dipisahkan antara laut dan daratan terjadilah kekeringan. Sementara di dataran rendah pulau ini yakni malak pun kesulitan air. Dimana air yang muncul terasa asin bagaikan air laut. Di daerah pegunungan pun air menjadi kering tinggal Oe reu’ yang di sebut Feot nai ana Nai Mnuak ana. Wilayah Malak yang kesulitan air itulah para raja mengutus Leki Metan dan Bere Seran untuk menghadap Liurai yang bertahkta di Ikan Tuanbeis. Ketika Leki Metan dan Bere Seran tiba di sonaf Amanas Liurai disambut dengan baik oleh raja Liurai yang saat itu berkuasa adalah Uis Mesak Liurai dari Suku Abukun. Kepada Uis Mesak Liurai, mereka mengatakan: “Kami diperintahkan oleh raja-raja di Malak untuk menghadap tuan agar tuan berbaik hati dapat memberikan kepada hamba-bambamu air yang dapat diminum. Sebab sampai saat ini air yang ada masih terasa asin”. Mendengar keluhan itu tergeraklah hati Uis Mesak Liurai dan kepada dua orang utusan ia berkata:”Ya baik, saya akan mengutus dua orang putri raja di istana ini untuk mengambil air”. Akhirnya Raja Uis Mesak Liurai dari Sonaf Amanas memanggil Dua saudarinya yakni Tua Ua’ dan Tua Abuk untuk mengambil air dan diisi pada bambu (peto/betun). Kepada mereka ia berkata: “Ambillah air bersama feot nai ana dan nai mnuak ana’ “. Keduanya pun melaksanakan perintah raja.
KEMBALI KE ARTIKEL