Biasanya, orang-orang Indonesia langsung cari rekomendasi destinasi wisata kalo berlibur ke suatu kota.
Referensinya beragam, dari YouTube, TikTok, akun repost wisata di Instagram, atau berdasarkan cerita dari kerabat atau sahabat
Belakangan ini ada yang mencari tempat wisata yang tidak terlalu ramai karena wisata mainstream sering penuh.
Contoh terbaru, rumah Abah Jajang yang viral karena memiliki pemandangan seperti surga, dengan pemandangan Curug Citambur.
Rumah yang terletak di Citambur - Cianjur ini sempat ditawar sekitar Rp 2 miliar, tetapi ditolak oleh sang pemilik rumah karena sudah tinggal lebih dari 7 dekade.
Semakin viral
Saking viralnya, wisatawan lokal mulai berdatangan ke rumah Abah Jajang, tidak peduli dengan jarak yang ditempuh.
Contohnya, berwisata, membuat konten viral lagi, dan ada yang mendirikan tenda di halaman rumah tersebut.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat latah dengan isu viral, terlebih jika membahas tentang 'destinasi wisata'.
Padahal, tempat dengan pemandangan yang indah dan asri belum tentu cocok jika dijadikan sebagai obyek wisata.
Semakin viral rumah Abah Jajang ini, ada kekhawatiran apabila sering dikunjungi banyak orang, antara lain:
1. Jorok
Masyarakat Indonesia masih belum banyak yang memiliki rasa bertanggung jawab atas sampah yang dibawa tadi.
Ambil contoh saja, di gunung selalu saja ditemukan sampah, begitu pula setelah konser atau Salat Idul Fitri, sampah ada di mana-mana.
Jika rumah Abah Jajang ini semakin banyak yang dikunjungi, dikhawatirkan akan meninggalkan sampah yang cukup banyak.
Belum lagi, sang pemilik rumah sudah berusia lanjut, sangat repot apabila menyapu halaman yang penuh sampah.
2. Ketenangan terganggu
Rumah memang merupakan sebaik-baiknya tempat istirahat, apalagi dengan pemandangan yang asri dan natural.
Banyak orang yang ingin pensiun jauh dari keramaian kota demi ketenganan batin, lebih sempurna jika memiliki pemandangan indah dan udara yang sejuk.
Siapa yang tidak terganggu jika rumah kita didatangi orang, terlebih tidak bisa menjaga ketertiban dan norma kesopanan.
Semakin banyak wisatawan yang berkunjung, semakin gaduh oleh canda tawa atau obrolan lepas yang belum tentu membuat pemilik rumah betah.
Ini juga akan mengganggu ketenangan pemilik rumah yang sudah bertahun-tahun hidup dengan ketenangan dalam pemandangan bak potongan surga ini.
3. Lingkungan akan rusak
Masih ingat dengan kasus rusaknya ladang edelweiss rawa yang langka di Ranca Upas, Bandung?
Ini sudah membuktikan bahwa masih ada saja masyarakat Indonesia yang tidak bisa menjaga keindahan lingkungan.
Bayangkan, karena viralnya rumah Abah Jajang, wisatawan berbondong-bondong ke sana dan mengabaikan kondisi lingkungannya.
Lalu, siapa yang akan merapikannya kembali, sedangkan sang pemilik rumah sudah berusia lanjut?
Terlepas dari usia, merusak lingkungan akan memperberat kerja perbaikan dari sang pemilik rumah itu sendiri.
4. Hilangnya keaslian dan keasrian
Dengan semakin terkenal dan ramai, rumah Abah Jajang terancam kehilangan keaslian dan keasrian lingkungan tersebut.
Suasana alam yang perawan akan direnggut oleh wisatawan, apalagi jika mereka tidak bertanggung jawab atas kehadiran mereka.
Rumput akan hancur, tanaman akan rusak, puntung rokok di mana-mana, dan kegaduhan dari wisatawan akan menghancurkan indahnya tempat ini.
Belum lagi kebiasaan orang Indonesia yang menambahkan panggung spot foto berbentuk hati, ini benar-benar mengganggu dan menghancurkan keaslian lingkungan tersebut.
Bijak bermedia sosial
Kreator konten punya tanggung jawab moral dengan konten-konten yang mereka buat, apalagi kalau sampai viral.
Seharusnya, lokasi tersebut tidak perlu disebutkan secara langsung agar tidak banyak orang yang datang dan meninggalkan jejak sampah.
Beberapa akun kreator konten yang membuat konten bangunan yang ditinggalkan tidak pernah mencantumkan nama bangunan dan lokasinya.
Mengapa? Karena mereka khawatir kalau tempat yang mereka kunjungi akan kotor oleh sampah.
Bijak bermedia sosial bukan hanya menghindari ujaran kebencian dan hoaks, melainkan menaruh respek terhadap tempat yang dikunjungi dengan tidak memberitahukan lokasi tepatnya.