Saat melihat sampul bukunya, saya baru tahu jika buku itu adalah catatan amal selama bulan Ramadan.
Maklum saya tidak tahu karena di SD dan SMP saya tidak pernah ada program catat-mencatat itu.
Begitu SMA, barulah saya mendapatkan program mencatat amal ibadah selama bulan Ramadan.
Waktu itu, isinya adalah blangko untuk menulis ceramah Salat Jumat dan Tarawih selama bulan puasa.
Apa cuma merangkum ceramah? Ternyata tidak sampai di situ, ada daftar checklist terkait amalan puasa.
Ada kolom untuk mengisi apakah siswa tersebut berpuasa, batal puasanya, atau ada ketentuan lain yang menyebabkan tidak puasa.
Kolom checklist tentang kelengkapan salat wajib dan salat sunnah seperti Salat Tarawih juga ada di buku itu.
Saat itu, pihak sekolah meminta kami untuk mengisinya secara jujur sebagai pembelajaran untuk bisa apa adanya.
Ya, bagaimana bisa berbohong, karena ini soal ibadah, lebih-lebih di bulan suci yang sangat tidak mungkin dikotori dengan dosa.
Ketika ada penerapan itu, saya awalnya keberatan, alasannya adalah sama saja mengambil pekerjaan Malaikat Rakib dan Atid.
Selain itu, saya keberatan amalan dicatat sendiri adalah rawan dimanipulasi, ya siapa tahu, ada saja celahnya.
Awalnya, saya mengisinya dengan setengah hati meskipun penuh integritas atau tetap mengisinya dengan jujur.
Begitu naik kelas XI SMA, tidak ada lagi program mencatat amal ibadah serupa lagi sampai lulus pun begitu.
Sejak itu, saya merasa bebas karena tidak terbebani kewajiban itu, tetapi bukan berarti saya bebas untuk tidak beribadah.
Ada rasa lega dan bisa berkonsentrasi menyimak ceramah ketika tidak ada lagi kewajiban mencatat ceramah.
Namun, begitu menginjak fase kuliah, saya merasa menyesal mengapa dulu tidak suka mencatat amal ibadah Ramadan.
Begitu tidak ada keharusan mencatatnya, ibadah saya berantakan, dikerjakan asal sudah terlaksana.
Belum lagi saat kuliah ketika jam istirahat terlalu singkat, waktu untuk beribadah kurang cukup dan tergesa-gesa.
Ibadah sunah pun tidak terlalu sering begitu tidak ada lagi buku catatan sebagai kontrol untuk beribadah.
Terlepas dari itu, saya merasa bersyukur pernah ibadah sesempurna saat masih di bangku sekolah.
Bagi adik-adik yang mendapatkan tugas mencatat amal ibadah seperti saya, nikmati tiap prosesnya dan jangan dijadikan beban.
Saya yakin, adik-adik yang membaca artikel ini akan merindukan kegiatan positif ini di kemudian hari.