Selalu ada saja berita tentang kenaikan harga kebutuhan pokok yang menjadi 'ritual' dalam rangka persiapan ramadan 2023.
Meskipun pada kenyataannya, kenaikan harga tidak hanya terjadi menjelang Ramadan, juga di berbagai hari besar lainnya.
Naiknya harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan atau hari besar lainnya merupakan sebuah keniscayaan dalam dunia ekonomi.
Harga yang naik menjelang momen besar terjadi karena adanya permintaan yang melonjak dan harus diimbangi dengan penawaran.
Atau, karena proses distribusi yang terhambat ketika permintaan sedang naik-naiknya, harga-harga mulai naik.
Memang, harga kebutuhan yang naik menjelang momen besar merupakan hal yang sangat menjengkelkan.
Namun, sebelum emosi kepada pemerintah, ada baiknya merenungkan makna kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang puasa.
Marilah kita melihat filsafat fenomena naiknya harga kebutuhan pokok atau lainnya dari sudut pandang yang lain.
Puasa mengajarkan seseorang untuk peduli kepada orang yang tingkat ekonominya berada di bawahnya.
Kaum fakir dan miskin setiap harinya selalu sedih dan pusing memikirkan besok makan apa saking serba kekurangannya.
Sedangkan kita? Masih diberi kelapangan rezeki, membeli kebutuhan primer dan sekunder sudah cukup, terlebih tersier.
Bahkan, kebutuhan yang sudah terbeli pun masih belum terasa cukup bagi kita, memang dasarnya manusia mudah mengeluh.
Ketika harga berbagai kebutuhan pun naik menjelang puasa, kita pun mengeluh karena semakin mahal.
Kita seakan 'disentil' sebelum keluhan kita menjalar menjadi amarah yang membara, kita disuruh merenungi penderitaan orang di bawah kita.
Betapa menyedihkannya kaum fakir dan miskin itu, bekerja keras dengan mendapatkan penghasilan yang tidak seberapa.
Jangankan memiliki rumah yang layak atau kulkas untuk menyimpan makanan, besok makan apa saja belum sempat terpikirkan.
Bahkan, ketika dalam hari itu tidak mendapatkan banyak makanan, mereka kerap kali berpuasa meski niatnya bukan puasa.
Mereka harus benar-benar sabar saat ingin membeli sesuatu, tetapi uang yang dimilikinya masih jauh di bawah kata cukup.
Kita masih tidak seberapa, meskipun harganya naik, tetapi setidaknya masih bisa mendapatkannya meskipun tidak 100% besarannya dengan uang yang sama.
Perlu bagi kita untuk bersyukur karena masih mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari diri sendiri dan orang lain, inilah pelajaran berharganya.
Selain itu, kita dituntut untuk membelanjakan harta kita untuk kebutuhan pokok seperlunya saja, tidak boleh berlebihan.
Terakhir, yang tidak kalah penting, kita diajak untuk berbagi dengan orang yang berada di bawah kita di bidang ekonomi.
Semoga dengan filsafat di balik kenaikan harga menjelang Ramadan tahun ini, kita dapat belajar untuk sabar, mengembangkan sikap kepedulian, dan berempati.