Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa Pilihan

Janggal Jika Bahasa Asing Dipadankan ke Bahasa Indonesia

15 Maret 2023   10:16 Diperbarui: 15 Maret 2023   10:22 301 2
Pernah dengar istilah download yang dipadankan menjadi unduh dan unggah adalah padanan dari istilah upload?

Atau yang biasanya sering bilang selfie untuk berfoto dengan diri sendiri langsung kena culture shock begitu diganti dengan swafoto?

Terbaru, viral sejak pandemi Covid-19, muncul istilah luring atau luar jaringan untuk offline dan daring dipadankan dengan daring atau dalam jaringan.

Masih banyak istilah asing yang dipadankan ke dalam bahasa Indonesia agar terkesan lebih Indonesia dan tidak krisis identitas.

Namun, terdengarnya seperti janggal atau malah membuat kata tersebut menjadi kurang familier di telinga masyarakat sekarang ini.

Sebagian besar masyarakat akrab dengan padanan dalam bahasa asing karena istilah tersebut diperkenalkan oleh kesepakatan internasional, terutama teknologi.

Dalam situs resmi pemerintahan, istilah yang digunakan sudah mulai beralih ke versi bahasa Indonesia asli meskipun digunakan bersama dengan bahasa asing yang umum.

Sebenarnya, bahasa Indonesia merupakan turunan dari bahasa Melayu karena menjadi lingua franca sejak berabad-abad lamanya.

Selain itu, bahasa Melayu tergolong mudah karena tidak memiliki sistem tingkatan bahasa berdasarkan status kesopanan.

Namun, bahasa Melayu saja tidak cukup kuat untuk menjadi bahasa nasional sehingga diseraplah beberapa istilah asing atau lokal yang disepakati bersama.

Sebagai contoh, kata 'mitra' yang memiliki padanan 'teman', 'gaya', dan 'hina' diambil dari bahasa Sanskerta.

Dunia, fajar, abad, kadar, mahir, rakyat, dan talak yang seolah bahasa Indonesia, ternyata merupakan serapan dari bahasa Arab.

Sebagai negara yang pernah menduduki Indonesia selama 3 abad lebih, Belanda memiliki istilah yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia.

Contohnya, ada kata ide, jambore, jas, kalkun, fungsi, gang, dinas (dienst), bahkan gratis menjadi bahasa yang kerap digunakan padahal dari serapan bahasa Belanda.

Siapa yang sering mengunakan kata-kata jurnal, harpa, gereja, atau bendera? Ternyata itu dari bahasa Portugis.

Ada juga dalam bahasa daerah yang bukan daerah penutur bahasa Melayu, seperti 'unggah' untuk upload, berasal dari munggah yang berarti 'naik' dalam bahasa Jawa 'munggah'.

Membuat padanan boleh saja untuk menambah wawasan bahasa, tetapi tidak bisa apabila dipaksakan menjadi istilah resmi yang harus digunakan.

Perkara bahasa bukan sekadar gramatika dan aturannya, melainkan juga faktor kultur dan sosial yang sudah berlaku.

Masyarakat akan lebih mudah memahami download sehingga lebih sering digunakan daripada istilah 'unggah'.

Ada juga karena menggunakan istilah bahasa Indonesia terlalu boros karakter dan suku kata, digunakanlah istilah asing.

Misalnya, banyak orang yang menggunakan istilah spare part (2 suku kata dan 10 karakter termasuk spasi) daripada suku cadang (4 suku kata dan 11 karakter dengan spasi)

Selain itu, ada yang bukannya memberi dalam bahasa Indonesia, suatu kata asing ada yang malah dipadankan dengan bahasa asing yang lain.

Contohnya, selfie yang dipadankan dengan swafoto, padahal 'swa' adalah mandiri dalam bahasa Sanskerta, sedangkan 'foto' berasal dari bahasa Yunani 'photos' berarti cahaya, kependekan dari fotografi.

Tidak patut untuk menyalahkan masyarakat yang lebih menggunakan bahasa serapan daripada padanan bahasa Indonesia asli.

Perlu ada pembiasaan dengan catatan tidak terlalu memaksa karena faktor kehematan atau efektivitas berbahasa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun