Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pancasila Sudah Tidak Sakti Lagi

1 Oktober 2012   16:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:24 394 0
Setiap Tanggal 1 Oktober Bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila, karena dilatarbelakangi oleh penghianatan G. 30/S/PKI, atau kita kenal dengan gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI yang mencoba mengkudeta pemerintahan yang syah dan membunuh 7 Jenderal yang dianggap sebagai lawaan politiknya. Dengan seidjin Allah kudeta PKI tersebut dapat digagalkan dan semua tokoh-tokoh PKI dapat ditangkap bahkan tak sedikit berakhir diregu tembak.

Kini peristiwa itu telah berlalu dalam jangka 46 tahun lamanya, eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara  mengalami pasang surut. Di era rezim orde  baru Pancasila dipandang berhasil dalam segi penghayatan dan pengamalannya, karena Pancasila dijadikan alat kekuasaan yang siap dengan sanksi subversif bagi orang atau golongan yang mencoba mengutak atiknya bahkan bergantikan haluan dengan mengganti dengan idologi yang lainnya. Belum hilang dari ingatan kita, bagaimana  terjadinya pembantaian kasus tanjung priok, haur koneng, Komando Jihad dan banyak kasus  lainnya oleh aparat keamanan kita, asumsi mereka waktu itu bahwa kelompok-kelompok tersebut disimpulkan sebagai kelompok yang berpotensi merongrong Ideologi Pancasila, menutut Tim Pencari Fakta (TPF) kasus-kasus diatas menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat tindakan represif Aparat keamanan waktu itu, tanpa pengadilan yang fair ratusan orang  disiksa dan dibunuh dengan biadab.

Kini diera reformasi sekarang ini, berbagai tindakan repsesif pihak keamanan  kepada individu maupun kelompok yang mencoba mereposisi lagi Ideologi Pancasila tak lagi terdengar, Organisasi Kemasyarakatan maupun Partai Politik diberikan kebebasan untuk menentukan azas gerakannya. Pancasila tak lagi menjadi momok yang menakutkan. Penghayatan dan Pengamalan  Pancasila lebih diarahkan pada substansi bukan lagi pada retorika-retorika yang dikemas melalui Penataran, kursus, seminar atau simposium. sebagian rakyat Indonesia diera reformasi ini tak lagi mempermasalahkan apakah seseorang dikatagorikan sebagai pancasilais atau bukan, walau pun mereka dalam kehidupan sehari-hari tidak mengamalkan sila-sila dari Pancasila itu sendiri, seperti tidak menjalankan Syariat Agamanya,  sombong, individualistik, hedonisme, dan lain-lain.

Namun bangsa ini akan berreaksi cepat bilamana   ada sebagian kecil masyarakat yang  mencoba mengkritisi dan melawan  pola-pola kehidupan sekarang yang sudah  bukan produk budaya lokal, yaitu  ideologi liberalisme dan sekularisme dan kapitalisme.  Ke tiga ideologi ini sudah pasti sebagai produk ideologi impor yang dibikin oleh para orientalis yang sengaja ditranformasikan ke negara- negara yang dianggap masih memegang teguh doktrin ajaran agamanya yang salah satu targetnya adalah bangsa Indonesia yang mereka anggap sebagai bangsa yang berpotensi sebagai ancaman eksistensi mereka dijagat ini.

Akulturasi Ideologi Liberalisme, Kapitalisme dan sekularisme dengan cepat menyatu dengan budaya lokal dan tentunya dengan Pancasila itu sendiri. salah satunya yang berhasil dengan misi akulturasi budaya adalah istilah  pluralisme  antar umat beragama di Indonesia. menurut pengalaman penulis dari tahun 1975 sampai orde baru istilah pluralisme tidak pernah terdengar di telinga penulis, yang ada adalah toleransi antar umat beragama, dimana konotasinya sangat jelas, setiap pemeluk agama wajib menghargai pemeluk agama lainnya tanpa ada embel-embel didalamnya. Namun kini istilah teloransi sudah redup diganti dengan istilah pluralisme, yang dalam tahap realisasinya  lebih kompleks dan subtantif. Belum dikatakan seseorang atau kelompok  sebagai penganut agama yang toleran bilamana belum melakukan aktifitas keagamaan yang dilaksanakan secara berjamaah, seperti menyebutkan selamat Natal, selamat Idul Fitri, selamat nyepi, Doa bersama atau   dialog antar tokoh agama.

Wilayah Privat antar masing masing kelompok agama di Indonesia sudah tidak tabu lagi untuk disharing kan dengan kelompok agama lainnya. misalnya dari dahulu ulama di Islam sudah memfatwakan bahwa Do'a bersama dan mengucapkan selamat Hari Raya kepada pemeluk agama lainnya adalah perbuatan musyrik yang sangat dilarang keras oleh Allah SWT. seperti apa yang difatwakan oleh Abdul Kariem Amarullah atau kita kenal dengan Buya Hamka waktu beliau menjabat sebagai ketua MUI, beliau menfatwakan kufur hukumnya bilamana orang Islam Ikut-ikutan merayakan hari besar keagamaan agama lainnya, pada saat itu baik pemerintah sebagai penguasa maupun masyarakat tidak ada yang membantah fatwa hamka tersebut, karena fatwa itu adalah wilayah privasi (aqidah)  umat Islam yang berhak melindungi keimanan umatnya. Namun kini setelah ideologi Pancasila diganti dengan ideologi Pluralisme fatwa itu akan menuai berbagai kecaman bahkan berujung intimidasi maupun teror dari pihak-pihak yang merasa kepentingannya teranggu.

Melihat dari satu sudut pandang saja, kita dapat menyimpulkan bahwa Pancasila sudah tidak sakti lagi, yang sakti adalah hegomoni negara-negara kapitalis yang menanamkan ideologi-ideologi ciptaanya hanya untuk menghancurkan pilar-pilar pancasila itu sendiri, seperti Pluralisme, Liberalisme dan sekularisme yang menjadi musuh agama-agama didunia. Wallahu'alam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun