Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Siapa Berhak Mengelola Zakat?

2 Januari 2012   11:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:26 259 0
Sentralisasi zakat yang menjadi semangat dari hasil amandemen UU Zakat nomor 23 Tahun 2011 melahirkan pro kontra dikalangan pegiat zakat khususnya dari unsur LAZ (Swasta). Dengan adanya UU ini dikhawatirkan akan menghapuskan peran LAZ yang selama ini telah banyak berkiprah didalam pengelolaan dana zakat di Indonesia. Namun penulis memandang bahwa kekhawatiran tersebut kurang relevan karena sebagaimana yang sudah banyak dijelaskan bahwa UU yang baru tidak ada sedikitpun indikasi untuk menegasikan peran LAZ. Penulis sendiri berusaha untuk menempatkan diri pada posisi netral dalam melihat pro kontra UU Zakat yang baru ini, meski sehari-hari penulis bekerja di salah satu LAZ terbesar di negeri ini. Berikut adalah beberapa analisa tentang posisi negara dalam kaitannya dengan zakat.

1. Zakat merupakan pranata keagamaan yg hukumnya wajib dan mengikat. Oleh karena sifatnya yg memaksa dan mengikat tsb maka zakat musti dikelola oleh institusi yg memiliki legitimasi konstitusional dan mempunyai wewenang utk penegakan hukum (punishment). Negara memiliki semua kriteria itu sedang masyarakat sipil tidak.

2. Zakat merupakan urusan setiap muslim di Indonesia dari Sabang - Merauke yang berjumlah sekitar 85,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia. Mereka ada di kota, desa, kampung bahkan ke tempat terpencil sekalipun. Untuk menjangkau setiap orang tsb maka dibutuhkan unsur kelembagaan pengelola yang meliputi 33 provinsi 497 kabupaten/kota, ribuan kecamatan serta puluhan ribu desa. Ini tentu hal sulit dan butuh pembiayaan yang besar (high cost) jika harus ditanggung oleh lembaga civil society. Sementara di lain sisi Pemerintah telah memiliki semua infrastruktur dan suprastruktur yang mencakup semua wilayah tsb. Kuncinya adalah bagaimana merevitalisasi peran kelemabagaan yg sudah terbentuk hingga ke unit terkecil di seluruh pelosok negeri.

3. Fungsi negara wajib bertanggungjawab didalam menjamin kesejahteraan serta kemakmuran setiap warga negara karena kita telah merelakan pengelolaan hasil kekayaan alam yg merimpah ruah serta menyerahkan sebagian dari kekayaan yang kita miliki dalam bentuk pajak. Jika diakumulasikan perolehan Negara dari berbagai sumber tsb bisa terhimpun dana lebih dari dari 1000 triliun setiap tahun yg kemudian dikenal dengan APBN. Jika kemudian masyarakat sipil diharapkan bisa mandiri tanpa campur tangan Negara maka sama saja ini adalah sebuah perampokan yang nyata oleh Negara kepada warganya.

4. Jika pengelolaan zakat diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat maka yg terjadi adalah munculnya persaingan demi meraih penghimpunan yang sebesar-besarnya. Efek negative dari kondisi ini adalah hanya akan meningkatkan belanja iklan serta memperkaya perusahaan periklanan (advertising), sedangkan dana tsb seharusnya bisa dipergunakan utk membantu para mustahik yang jumlahnya cukup besar.

5. Upaya sentralisasi zakat atau dalam bahasa lain optimalisasi peran Negara dalam mengelola zakat harus didukung dan terus didorong kearah yang lebih baik. Tentu dalam proses ini Negara tidak boleh angkuh utk berjalan sendiri tanpa melibatkan LAZ yang sudah dibentuk oleh masyarakat.

Semoga kedepan semakin tercipta harmoni antara pemerintah dan masyarakat didalam mengoptimalkan pengelolaan zakat di Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun