Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Anomali PDI : Membela Mati-matian Laoly, Menohok Jokowi

31 Maret 2015   11:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:45 202 4
Saya senang saat PDI membela hal yang sudah benar yang dilakukan salah satu kader partainya yang kebetulan dipercaya Jokowi menjadi Menhukham, Laoly dari serangan membabi buta dari Klub Ical Cs.  Seharusnya memang begitu.  Partai pemerintah selalu berupaya memperjelas dan membela pemerintah dengan program-program yang sudah pasti sejalan dengan ideologinya.

Pembelaan mati-matian PDI terhadap Laoly ternyata berbanding terbalik dengan pembelaan yang seharusnya dilakukan sama mati-matiannya terhadap kebijakan Jokowi.  Tapi, sampai kini, saya justru miris melihat tingkah polah PDI dalam membela BG dan memberondong dengan senjata yang katanya bahkan dengan angket juga terhadap Jokowi.  Seolah-olah Laoly (dan tentunya BG) lebih berharga daripada Jokowi yang bahkan masih terus direndahkan sebagai petugas partai.

Omong kosong!  Paling tidak, itulah kesan saya terhadap ungkapan kalau dalam hal pembelaan PDI terhadap angket Laoly merupakan pembelaan PDI terhadap pemerintah yang mereka termasuk di dalamnya dan memang seharusnya begitu.  PDI hanya peduli kepada kadernya bukan Jokowi, apalagi negeri ini.  Itulah pembacaan saya sebagai orang awam.  Orang awam yang pernah berharap PDI tidak begini.

Lalu, seandainya Jokowi bikin partai sendiri, maka saya akan ikut membesarkannya.  Tapi, apakah nanti saya tak dikecewakan juga?  Mungkin iya, dan mungkin juga tidak.  Ada dua kemungkinan.  Namun, terkadang terpikir juga, daripada sudah pasti terkhianati, mengapa tidak berjudi saja, siapa tahu partai baru akan lebih punya hati?

Hati ini sudah patah.  Pada partai apa pun.  Mereka terlalu sibuk dengan diri sendiri.  Bahkan tokoh sekaliber Amin Rais pun berkoar dengan begitu keras ketika ada ontran-ontran di partai Golkar.  Seakan-akan ontran-ontran di Partai Golkar akan merontokkan negeri ini.  Hanya karena Ical ingin mempertahankan Golkar dalam klubnya.  Lalu, kemana Kakek Amin ketika ada kemelut antara KPK dengan Polri yanghingga kini terus memerihkan hati siapa pun anak negeri yang punya hati?  Sepertinya Amin Rais pun sudah kerdil karena PAN.  Apakah nanti saya tidak menjadi manusia kesekian juta yang naif berharap pada partai?

Ahok justru bisa menjadi nurani negeri ketika dia berani memberontak dari belenggu partai Gerindra.  Ahok seakan membalik kekerdilan seorang Amin Rais dalam kekerdilan partai dengan kebesaran diri keluar dari kekerdilan partai.  Nurani Ahok terlalu besar untuk dibelenggu Gerindra.

Kalau begini, bukankah semua anomali PDI juga menjadi anomali semua partai?  Bisa iya, bisa tidak.  Karena partai saat ini masih menjadi milik pribadi: Megawati (PDI), Prabowo (Gerindra), Amin Rais (PAN), Cak Imin (PKB) Hilmi Aminudin (PKS), SBY (Demokrat).  Jangan tanya tentang kebijakan partai.  Karena yang ada di negeri ini hanyalah kebijakan para Tuan-Tuan yang sudah saya sebutkan di atas.  Tak ada kepentingan rakyat karena yang ada hanya kepentingan partai (dan lebih jauh kepentingan para pemiliknya).

Negeri ini telah dibajak.  Kalau BBM naik semau-maunya, lalu apa peran negara bagi kita?  Tak ada proteksi negara melalui subsidi.  Jusuf Kalla bilang kalau subsidi harus dikurangi, bahkan dalam hal BBM dihilangkan, karena untuk membangun infrastruktur seperti jalan, rumah sakit, dan sekolah-sekolah.  Lalu, aku melihat jalan-jalan di negeri ini.  Tak ada yang membanggakan karena terlalu banyak lubang.  Lalu, bagaimana dengan rumah-rumah sakit di negeri tanpa kendali ini?  Orang miskin ditipu BPJS, karena bilangnya gampang pakai BPJS, tapi mereka seperti "ditelantarkan" justru setelah BPJS hadir.  Lalu, pendidikan akan diperbanyak sekolahnya, tapi apa yang kita lihat sebagai korupsi pendidikan yang justru meningkat.

Kita semakin rindu Sukarno.  Kita semakin rindu Soeharto.  Paling tidak, ada kehadiran negara di tengah-tengah warganya.  Kalau dari BBM saja kita sudah melihat negara telah minggat dari seharusnya, lalu bagaimana dalam hal-hal lain?

Anomali PDI, hanyalah cermin kecil dari kehidupan negeri ini!  Ah, saya takut menangis membicarakan sengkarut yang tak juga bisa terselesaikan karena terlalu banyak bajingan berpesta pora dengan congkaknya sambil mengangkangi nasib kita: Rakyat Indonesia.

Mungkinkah revolusi itu?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun