Lalu untuk apa ada negara?
Negara hadir sebagai sebuah harapan akan kesejahteraan rakyatnya. Negara hadir bukan untuk menakut-nakuti rakyatnya, apalgi membunuhnya. Negara hadir sebagai wujud dari keinginan bersama menuju sejahtera. Kalau di negeri kita sendiri, kehadiran negara diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan dari pinggir Sabang sampai dengan pinggir Merauke.
Tapi, kalau ditanya pada orang-orang Syiah atau Ahmadiyah yang dihantui perasaan was-was terhadap ulah segelintir preman agama apakah mereka merasakan kehadiran negara dalam kehidupannya yang penuh ketakutan? Maka, kemungkinan besar akan Anda lihat gelengan kepala yang tak terhitung jumlahnya.
Pemerintahan SBY seakan mencerminkan wajah negara yang cuek dan tak mau hadir di tengah-tengah gejolak maslah yang ditanggung warganya.
Lalu, muncul Ahok. Dengan gaya preman birokratnya. Dia hajar habis PKL dengan suara lantangnya. Jakarta bukan lagi temapt mereka menanggung penderaitaan hidup yang sudah cukup dalam diderita di daerahnya. Babat habis PKL. Karena mereka telah melanggar hukum. Titik. Dan siapa pun yang melanggar hukumharus disikat habis. Urusan perut dan kehidupan meraka, bukan urusan pemerintah. Karena pemerintah hanya hamba hukum.
Ahok pun muncul sebagai negara yang hadir di tengah rakyatnya. Tapi, dalam wajahnya yang garang. Yang menganggap rakyat sebagai masalah yang harus diselesaikan (babat habis).
SBY dan Ahok memang mencerminkan wajah negara. Yang satu wujud negara dalam wajahnya yang lemah, cuek, dan tak hadir. Sedangkan yang satunya lagi wujud kehadiran negara dalam sisi kejamnya.
Ahok dan SBY adalah negara yang paling menyeramkan. Rakyat sedang memimpikan pemimpin sebagai wujud negara yang hadir dalam keramahananya. Memang lambat tapi manusiawi dan berjangka panjang. Lebih-lebih bisa menyejahterakan.
Siapakah wajah ketiga yang diimpikan itu? Mari kita wujudkan dengan pertisipasi kita.