Dalam mencari ilmu tidak ada batas usia. Tidak ada batas masa mempelajari ilmu. Tidak ada tempat khusus untuk belajar ilmu. Di mana pun dan kapan pun belajar bisa dilakukan. Tanpa ilmu, hidup bukanlah apa-apa. Dengan ilmu, hidup akan mulia.
Ilmu diperoleh dengan cara dipelajari. Tidak ada ilmu yang diperoleh melalui warisan. Orangtua boleh alim, tapi kealimannya tidak bisa otomatis diwariskan kepada keturunannya. Tanpa belajar dan usaha yang masif, anak orang alim sekalipun akan bodoh. Dengan tekun belajar dan usaha keras, anak petani yang bodoh pun, akan menjelma menjadi orang pintar dan alim. Hasil segala sesuatu bergantung besar-kecil usaha yang diupayakan. Usaha besar, hasilnya pun akan besar. Pun pula sebaliknya.  Tidak ada ilmu yang tidak boleh dipelajari. Semua ilmu boleh dipelajari dan diajarkan, kecuali ilmu yang mendatangkan mudarat kepada orang lain. Mempelajari ilmu semacam ini hukumnya tidak diperbolehkan. Belajar ilmu sihir, misalnya. Meski demikian, ada ilmu yang mesti diutamakan dipelajari dan diajarkan. Yaitu, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan akidah. Mengetahui eksistensi dan sifat-sifat Tuhan, mesti didahulukan dari yang lain. Begitu pula, mengenai jati diri dan sifat-sifat Nabi Muhammad saw. Di mana Nabi Muhammad diutus, dan di mana beliau dilahirkan, misalnya, patut dipelajari terlebih dahulu. Hal itu agar seorang pelajar memiliki pondasi yang kuat sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Berikutnya yang mesti dipelajari dengan benar adalah tentang tata cara ibadah. Dalam hal ini yang mesti didahulukan adalah mempelajari tata cara ibadah shalat yang benar. Tersebab, shalat merupakan tiang agama. Ibadah shalat baik maka dapat dipastikan ibadah yang lain akan ikut baik. Sebaliknya, tatkala ibadah shalat tidak baik, ibadah yang lain pun tidak akan jauh berbeda. Shalat adalah barometer ibadah yang lain. Â Jika ilmu-ilmu di atas telah dipelajari dengan baik, baru kemudian mempelajari ilmu-ilmu lain yang diinginkan atau yang disenangi. Misalnya, ilmu matematika, fisika, astronomi, biologi, dan sejenisnya. Tidak ada larangan mempelajari ilmu tersebut. Bahkan kita dituntut untuk belajar ilmu sebanyak-sebanyaknya. Mulai melihat dunia sampai meninggalkan dunia.
Kemudian, langkah berikutnya adalah mengamalkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari. Ilmu tanpa diamalkan akan sia-sia. Orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmu yang dimiliki tidak ada bedanya dengan orang bodoh. Sejatinya, ilmu dipelajari untuk diamalkan. Selain itu, cara terbaik untuk mengikat ilmu adalah dengan mengamalkannya. Dengan diamalkan, ilmu tidak akan pernah beranjak ke mana-mana. Ia akan selalu melekat dalam hati, tidak hanya dalam memori. Dengan mengamalkan ilmu, seseorang akan tahu kualitas dirinya. Ia akan tahu kelebilahan dan kekurangan dirinya. Pada akhirnya, tatkala dia tahu kekurangan yang ia miliki, ia akan terus berusaha menambal dan memperbaiki kekurangan itu. Sementara, orang yang tahu kelebihannya, ia akan terus termotivasi untuk konsisten belajar dan mengamalkannya.
Tidak berhenti di situ, setelah ilmu dipelajari dan diamalkan, konsekuensi berikutnya adalah mengajarkannya. Dipelajari, diamalkan, dan diajarkan adalah fungsi ilmu sebenarnya. Seorang pelajar tidak cukup hanya mempelajari ilmu tanpa mengamalkannya. Begitu pula, tidak cukup hanya dengan dipelajari dan diamalkan tanpa diajarkan.
Dengan diajarkan ilmu akan semakin bertambah dan berkembang, bukan semakin berkurang. Semikin sering diberikan kepada orang lain, ilmu akan semakin banyak. Sebenarnya tatkala seseorang mengajarkan ilmu yang dimiliki, dia juga sedang belajar tapi dalam dimensi dan gaya yang berbeda.  So, ketiga tahapan di atas merupakan konsekuensi. Semua orang mesti mencari ilmu dan mempelajarinya. Orang yang sudah memiliki ilmu, mesti mengamalkan ilmunya. Orang yang telah mengamalkan ilmunya, mesti mengajarkannya. Toh, hakikat ilmu itu untuk dipelajari, diamalkan, dan diajarkan. Wallahu a’lam bimuradihi.