Saya cukup stres dibuatnya. Pasalnya, kedua ponsel saya dan ibu mati total sejak magrib. Ada beberapa orang yang harus saya kabari malam ini, namun apa daya, saya tak bisa berbuat apa-apa.
Meski beberapa tahun lalu saya dan orang-orang kampung terbiasa hidup malam bersama cempor-cempor kecil, kami tidak tahan jika berlama-lama seperti ini. Keterbiasaan itu sudah sirna diganti kenyamanan cahaya listrik.
Bersama sebuah lilin yang saya masukkan ke dalam gelas, lalu disimpan di atas buku-buku, saya mengingat-ingat kembali kenangan masa pralistrik di sini, di kampung ini.
Setiap sore, atau dua sore sekali, saya membeli minyak tanah untuk bahan bakar penerangan. Penerangan itu terbuat dari kaleng susu, kaleng ikan kemasan, atau kaleng-kaleng ukuran senis.Â