Biasanya punden berbentuk tumpukan batu menyerupai anak tangga atau batu berundak. Di jawa bahkan punden dianggap bertuah oleh masyarakat dan pada hari tertentu, biasanya malam Jumat Legi banyak yang meletakkan sesaji dengan harap mendapatkan keberkahan dari para leluhur yang dikeramatkan.
Punden Mundu yang terletak di desa Watudakon kecamatan Kesamben, kabupaten Jombang, tersebut sangat dikeramatkan warga setempat karena konon menyimpan banyak misteri dan sangat angker. Tak jauh dari pohon asem terdapat sebuah sungai yang konon merupakan kerajaan siluman buaya putih. Tiara merasakan aura mistis yang sangat pekat menandakan penghuninya negative atau tidak bersahabat.
Dani, menunjuk ke sebelah kanan punden, terlihat seperti sebuah lorong yang konon merupakan gerbang menuju kerajaan Nyi Ratu Kuning sebagai penguasanya.
"Jadi di desa ini gagal panen selama dua tahun berturut-turut. Hama tikus yang menyerang sawah milik warga seperti bukan tikus pada umumnya," ungkap Edi.
"Maksudnya bukan tikus pada umumnya gimana, Pak?" tanya Tiara penasaran
"Ya, tikus-tikus itu ukurannya lebih besar daripada tikus pada umumnya, dan tak ada habis-habisnya, meski sudah dibasmi dengan berbagai macam cara," papar Edi. Dani terlihat mengangguk-angguk sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.
"Karena itu warga mengkaitkan hal tersebut dengan adanya gangguan dari makhluk makhluk gaib dari kerajaan jin yang ada di desa ini," lanjut Edi lagi.
"Kami akan mencoba menyibak misteri punden Mundu, apakah benar ada pengaruhnya terhadap gagal panen selama dua tahun," ujar Dani. Laki-laki yang menguasai ilmu bela diri teratai itu segera duduk bersila di samping Kang Mamat, teman yang selalu mengikut perjalanannya.
Melalui Kang Mamat, Dani melakukan mediumisasi. Dalam satu tarikan napas, laki-laki bertubuh tegap itu berhasil mendatangkan seorang penjaga punden yang berasal dari alam lain.
"Ono opo kowe nyeluk aku, Le?" tanya penjaga punden yang tidak suka diusik.
"Ngapunten, Mbah. Apakah benar gagal panen desa Watudakon ini karena gangguan siluman buaya putih?"
"Ora, Le, gagal panen yang dialami warga bukan karena gangguan dari makhluk gaib, tetapi karena kurangnya rasa syukur, warga desa sini kurang nerima ing pandum. Juga kurang dalam mendoakan arwah-arwah leluhur, cikal bakal desa." jawab sosok yang juga merupakan cikal bakal desa tersebut.
Merasa tidak puas dengan jawaban penjaga punden tersebut, setelah mengembalikan arwah penjaga punden, Dani mencoba menanyakan hal yang sama pada penunggu pohon asem yang konon sangat berpengaruh di desa tersebut.
Hasil mediumisasi kedua pun tak jauh berbeda, menurut beliau -- sang penunggu pohon asem yang sudah berumur ratusan tahun itu, gangguan hama tersebut karena ulah warga sendiri yang kurang dalam memohon kepada Gusti Pangeran. Beliau meminta agar warga banyak-banyak bertawasul untuk arwah-arwah leluhur, para sesepuh pendiri desa Watudakon.
Belum puas dengan kedua mediumisasi yang dianggap tidak menjelaskan secara tuntas, Dani pun memanggil untuk ketiga kalinya.
Ki Suryo Diwiryo -- penjaga pintu gerbang kerajaan Nyi Ratu Kuning yang sangat patuh kepada Kanjeng Ratunya itu menjelaskan, bahwa benar di area tersebut terdapat kerajaan siluman buaya putih yang memiliki aura negative.
"Antara kerajaan siluman buaya putih dan kerajaan Nyi Ratu Kuning sering terjadi perselisihan karena strata yang berbeda," tutur Ki Suryo Diwiryo.
Masih menurut penjaga gerbang kerajaan Nyi Ratu Kuning, para warga kerajaan siluman buaya putih tidak suka jika ada warga manusia yang bertindak sembrono, adigang adigung, dan tanpa permisi mengacak-acak wilayah mereka, hal tersebut menyulut kemarahan siluman buaya putih.
Dani menyimpulkan, sebelumnya seorang Guru spiritual--Gus Sam, putra seorang Kyai yang memiliki pengaruh besar di wilayah tersebut pernah mengatakan, "Musibah itu asalnya bermula dari warga sendiri yang kurang bersyukur terhadap rezeki dari Allah, sikap sembrono dan sombong adalah sikap yang dimurkai Allah, hingga memberikan peringatan melalui wabah hama tikus tersebut. Terlepas dari hubungannya dengan makhluk dari dimensi lain,"
"Jadi sebaiknya warga dihimbau untuk mengadakan kegiatan doa bersama, istighosah, bersedekah kepada anak yatim dan duafa yang banyak terdapat di sekitar desa. Juga tidak lupa mendoakan arwah para leluhur," lanjut Gus Sam pada Dani sebelum mengunjungi desa Watudaton.
"Jadi seperti yang disampaikan Gus Sam, bahwasana kita ini hidup di alam semesta yang memiliki banyak dimensi, mempunyai banyak ruang lingkup kehidupan yang menunjukkan kekuasaan Allah. Kita sebsgai manusia, hidup berdampingan dengan makhluk dari dimensi lain yang hakikatnya sama seperti kita. Maka harus berhati-hati dalam setiap tindak dan tanduk di manapun tempatnya. Dan jangan lupa selalu memohon perlindungan Allah di manapun kita berada,"pungkas Dani sebelum mengakhir pertemuan dengan Edi sore itu.
Hari menjelang petang, kami meninggalkan desa Watudaton dengan lega. Dani terlihat lega bisa menguak misteri Punden Mundu, dan pengaruhnya terhadap gagal panen selama dua tahun. Meski tentang kebenarannya, mana yang mau diikuti ... semua tergantung keyakinan masing-masing. Wallahu alam.
Jombang, 04 Juli 2022
Diceritakan kembali oleh Tari Abdullah dari kisah pribadi Dani dalam perjalanannya menyibak kisah misteri.