Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Rambut Panjang, Loreley, dan Perempuan Indonesia

2 Januari 2010   12:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:40 5325 0

Sore tadi, Sabtu, 2 Desember 2009, saya menjumpai  sesuatu yang sudah lama sekali tidak saya lihat. Seorang perempuan berambut panjang, hitam, terurai melampaui pinggangnya. Ia berjalan santai di sebuah Mal di Jakarta.Atas dasar hasil penglihatan itu, sayapun ingat sesuatu yang menginspirasi lahirnya tulisanini.

Keberadaan perempuan muda berambut panjang di pusat perbelanjaan itu mengingatkan saya pada kejadian sekitar tahun 1983 ketika saya bertugas di kota Cologne, Jerman Barat. Ketika itu saya window-shopping dipusat perbelanjaan Neumarkt kota Cologne. Di mal C & A, saya menemukan sisir berwarna merah maron made in China, dengan merk Loreley. Ada apa dengan Loreley ? Loreley adalah nama seorang perempuan muda yang dikenal dalam cerita rakyat di negara bagian Nord Rhein Westfallen. Loreley adalah perempuan muda jelita berambut panjang, yang sayangnyaharus mati muda karena derita cinta, putus asa menunggu kekasihnya yang tak kunjung tiba, ia terjun dari puncak karang di Sungai Rhein. Penyair Jerman Heinrich Heine, mengabadikan tragedi Lorely dalam sebuah puisinya, yang antaralain dalam bahasa aslinya tertulis begini ;

Die schoenste Junge Frau sitzet,

Dort oben wunderbar, Ihr goldenes Geschmeide blitzet, Sie kämmt ihr goldenes Haar.

Sie kämmt es mit goldenem Kamme Und singt ein Leid dabei; Das hat eine wundersame, Gewaltige Melodei.

“ Gadis cantik berambut keemasan itu duduk di atas karang. Sambil merdu bernyanyi disisirinya rambutnya yang panjang.....dst”.

Karang Lorely dapat dijumpai ditepian Sungai Rhein dekat kota kecil St Goarshausen antara Mainz dan Frankfurt.Konon banyak kapal yang dulu terdampar di karang itu, karena sang Nakhoda terpana pada nyanyian Loreley yang diamuk rindu dendam.Begitulah yang selalu diceritakan oleh para pemandu wisata, atau pemilik rumah makan di sekitar karang yang menjadi obyek wisata itu.

Jika di Jerman, perempuan berambut panjang tinggal menjadi kenangan, di Indonesia rambut panjang sudah menjadi barang sangat langka. Salah seorang perempuan berambut panjang selain yang saya jumpai di mal, adalah Puri Lely Hardiyanti yang karena kepanjangan rambutnya pada Januari 2008, mendapat penghargaandari Musium Muri sebagai wanita Indonesia dengan rambugt terpanjang. Perempuan asal Surabaya yang berusia 57 tahun dan sudah menjadi eyang putri, panjang rambutnya 293 senti.Di desa saya, sudah sejak lamatak ada lagi perempuan berambut panjang. Tak ada lagi perempuan yang bergelung asli dengan rambut panjangnya. Perempuan terakhir di desa saya yang saya ingat betul berambut panjang sampai ke pinggang adalah Ibu saya, ketika beliau masih muda. Sekarang ibunda saya sudah berusia 92 tahun. Rambut panjang bak mayang terurai, tinggal hanya dijumpai di pewayangan sebagaimana dilukiskan pada Dewi Kunti, Sembodro dan Larasati.

Lantasmengapa perempuan Indonesiasekarang tidak lagi memelihara dan suka berambut panjang ?

Belum ada survey mengenai hal itu. Salah satu alasan, setidaknya menurut istri tercinta saya adalah kepraktisan. Bagi perempuan pekerja rambut panjang boleh jadi sesuatu yang merepotkan. Bayangkan, kalau pagi pagi mau pergi ke kantor dan mesti keramas dulu, karena suatu keharusan, maka bisa dibayangkan betapa ribetnya. Kalau tidak sempat mengeringkannya, teman laki laki di kantor pasti akan menyindir dengan ucapan bernada menggoda ‘ wah rambut basah nih ye’. Pun ketika bulan Ramadhan. Kaum Ibu tentu agak repot jika mesti mandi dinihari, setelah menunaikan tugasnya untuk suami, karena harus puasa esok hari. Menurut Bu Puri penerima rekor Muri, punya rambut panjang berarti juga memperpanjang kesabaran dalam perawatan. Menurut pengakuan Bu Puri, setidaknya ia mesti bekeramas tiga hari sekali jika tidak ingin rambutnya ‘mbrundet dan bercabang’.

Perkembangan jaman telah membuat ungkapan “ rambut adalah mahkota wanita’ berganti aplikasi dan pemahaman. Mahkota tidak diartikan harus panjang, pendekpun jadi. Bahkan kalau perlu di cat warna warni.

Apakah dengan keadaan ini,    lantas bisa dikatakanbahwa perempuan Indonesia sudah tidak sabaran - setidaknya dalam memelihara rambut, atau kehilangan salah satu jati diri sebagai perempuan Indonesia ? Mohon maaf,saya tidak tahu persis bagaimana menjawabnya.

Salam hangat,

Kabul Budiono.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun