Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Haji Tomat ? Apa, Siapa dan Bagaimana ?

2 Desember 2009   10:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:06 576 0

Haji Tomat ? Apa dan Siapakah dia itu ? Saya mendengar mengenai haji Tomat itu  beberapa tahun yang lalu dari seorang teman, yang senang bergurau dan ‘main plesetan’. Sebelumnya saya sudah punya perbendaharaan istilah haji abidin, haji nurdin kosasih dan haji mansur. Haji Abidin singkatan dari haji asal biaya dinas, nurdin kosasih kepanjangannya adalah ‘nurut dinas ongkos dikasih’ , sedangkan mansur adalah orang yang naik haji karena dapat gantian halamannya digusur. Dalam buku Membuka Tirai Kegaiban, Jalaludin Rahmat menyebut beberapa jenis lainnya yaitu haji getter, haji bonus, dan haji rekanan. Menurut Kang Jalal, haji ‘getter’ adalah mereka yang dipilih oleh perusahaan ONH-Plus sebagai ‘getter’ atau daya tarik bagi yang lain agar menggunakan jasa perusahaan bersangkutan. Biasanya mereka itu pejabat atau selebritis. Sedangkan yang bonus, naik haji karena mendapat hadian lomba seperti MTQ. Akan halnya haji rekanan, masih menurut kang Jalal adalah mereka yang berhaji karena ‘ucapan terima kasih’ rekanan atau perusahaan. Ungkapan terima kasih disampaikan karena rekanan merasa diuntungkan memenangkan tender proyek. Lantas ? Haji Tomat ? Jenis apa atau nama siapakah itu ? Teman saya, sambil tertawa ketika itu mengatakan haji ‘tomat’ itu singkatan dari haji yang ‘ berangkat dengan TObat, ketika pulang kembali kuMAT. Saya ikut tertawa mendengar guyon satirnya itu. Tertawa saya mengandung  dua makna, menertawakan lelucon itu dan menertawakan diri sendiri. Mengapa diri sendiri ? Lah saya kan mesti mengukur diri saya sendiri. Sebab saya ini termasuk yang haji  ‘nurdin kosasih’ dan boleh jadi termasuk yang ‘tomat’ itu tadi. Mengapa, shalat sering sering telat. Bersedekah juga masih harus ngukur cukup tidaknya biaya hidup keluarga di akhir bulan. Karena itu ngisi kotak infak di mesjidpun bekalnya uang recehan saja.   Berjamaah ke mesjid, nggak bisa  tiap wkatu. Juga sering menjadikan  tugas ke daerah atau ngasih kuliah sebagai alasan tidak ikut kegiatan lingkungan. Jadi ya....  Astaghfirullah.

Dalam Islam, sesungguhnya yang dikenal  Haji Mabrur. Rasulullah Muhammad dalam sebuah hadist menyebutkan bahwa siapa yang hajinya mabrur maka pahalanya adalah surga. Sebab haji mabrur bercirikan kebaikan dan keshalehan. Kehadiran seseorang yang hajinya mabrur di lingkungan senantiasa menyejukkan, menyenangkan dan meningkatkan persaudaraan. Lantas apakah mereka yang masuk dalam istilah istilah plesetan tadi termasuk haji mabrur atau tidak mabrur ?

Rasanya, boleh jadi saya sangat keliru, kemabruran haji seseorang bukan diukur dari ‘bagaimana caranya’ mereka berangkat. Bukan pula dari ukuran jarak tempat tinggal dengan tanah suci. Yang pasti, semua mungkin setuju, ongkos atau biaya naik haji mesti berasal dari ‘yang halal’. Kemabruran, muncul dan mungkin dilihat dan dirasakan dampaknya oleh orang lain, sesudah seseorang melaksanakan ibadah haji. Haji adalah suatu perjalanan dan madrasah ruhaniyah. Kemabruran terjadi ketika seseorang selama perjalanan memperoleh kebaikan dan kebajikan sebagai buah niat dan amal peribadatannya. Perjalanan itu akan memberinya banyak pelajaran. Dan karena perjalanan itu adalah sebuah sekolah, maka seseorang bisa lulus atau tidak lulus. Sebagaimana layaknya orang yang sekolah dan kuliah, nilai kelulusannya dapat diperoleh berkat proses belajar dan usaha yang benar benar atau hanya karena menyontek atau nyuri soal ujian, atau dibantu oleh joki atau guru yang ‘baik hati’.

Kalangan sufi, termasuk Kang Jalal, melukiskan bahwa pergi haji itu sebagai suatu perjalanan ruhaniah yang dimaknai tidak hanya dimaknai sebagai perjalanan fisik, melainkan perjalanan ruhani ketika seorang hamba Allah berangkat menuju Rumah Allah dengan menanggalkan baju duniawi. Sepulang dari perjalanan itu maka iapun tidak lagi berbaju sifat sifat hewaniah melainkan sudah berbaju sifat sifat ketuhanan atau Rabbaniyah. Penanggalan sifat hewaniah itu terjadi berkat penghayatan, pemaknaan dan pelaksanaan hikmah dan hakekat Ibadah Haji di Tanah Suci. Karenanya, setelah itu hatinya tidak lagi berpenyakit baik hasad, iri, dengki, riya’, sombong, kikir, dan lainnya termasuk senang memfitnah dan menjelek jelekkan orang lain untuk kepentingan diri, keluarga, dan golongannya. Sebelum berhaji, ia yang hajinya mabrur mungkin penuh lumpur kemaksiatan, tetapi sekembali dari tanah suci ia telah bersih dan bertambah keimanan dan ketakwaan. Subhanallah.

Karena itu, mengambil guyonan satir teman saya, seseorang yang melaksanakan ibadah haji, selain ketika pulang menjadi Haji Mabrur, bisa juga masih saja berpredikat sebagaiHaji Tomat, perginya memang bertobat tetapi ketika pulang sering kali kumat. Kumat melakukan perbuatan buruk yang disebabkan belum terbersihkannya penyakit dan karat karat di hati.

Pertanyaannya kemudian, termasuk haji yang manakah kita ?

Wallahu a’lam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun