"Kebencian" pada Yahudi/Israel itu berurat-berakar bagi sebagian besar orang Indonesia. Politisi Indonesia pada masa dahulu punya andil menanamkannya ke benak orang Indonesia. Simak/klik di sini).
Jadi jangan bilang: gak usah pikirin konflik Israel-Hamas!
Justru itu pekerjaan besar bagi politisi untuk meluruskan apa yang sudah dibuat oleh politisi pada masa dahulu.
Sekarang, ada banyak politisi Indonesia yang menutup mata, atau mungkin memang buta dengan fakta, bahwa negara-negara Arab, satu per satu mulai menormalisasikan hubungannya dengan Israel, termasuk Arab Saudi yang tinggal selangkah lagi.
Jadi tidak heran jika Hamas amat bersemangat untuk mengganggu proses normalisasi hubungan Israel-Saudi itu. Hamas akan tinggal sendirian membenci Israel, karena segera semua negara-negara Arab akan berdamai dengan Israel.
Simak pembahasan Fareed Zakaria, jurnalis terkenal soal konflik Israel-Hamas di sini: (klik di sini).Â
Setidaknya ada 2 poin besar yang patut direnungkan oleh semua orang Indonesia saat ini:
1. Tidak ada lagi apa yang dulu sering disebut 'media barat', setelah munculnya media sosial. Setiap individu di bagian manapun di dunia ini bisa menjadi media yang paling berpengaruh atau menjadi sumber informasi yang tidak dikendalikan oleh otoritas manapun atau pemerintah manapun, apalagi sebuah kekuatan geo politik manapun. Individu mana saja bisa menjadi media atau menjadi netizen.
Terkuaknya kekejaman serangan Hamas pada sekitar 1.400 warga sipil Israel tak bersenjata di perbatasan Gaza pada Sabtu pagi buta, 7 Oktober 2023 lalu menunjukkan "kekuatan" netizen. Video atau informasi mengenai itu tersebar ke seluruh dunia oleh banyak individu melalui medsos tanpa bisa terbendung, dan tentu saja tanpa orkestrasi media besar atau otoritas manapun. (Simak/klik di sini) dan (di sini).
2. Israel adalah sebuah negara super power dalam banyak bidang penting. Banyak hal positif yang bisa diserap jika sebuah negara memiliki hubungan yang normal dengan Israel. Misalnya teknologi pertaniannya yang tertinggi di dunia (simak/klik di sini). Atau teknologi AI-nya yang bakal menentukan banyak aspek kehidupan di tahun-tahun mendatang bahkan di tempat terpencil sekalipun. (Simak/klik di sini)Â
Jadi apakah kita akan membiarkan seluruh dunia menyangka Indonesia adalah pendukung yang istiqomah, alias teguh pada Hamas ? Sementara pada saat yang sama, negara-negara Arab beramai-ramai menormalisasi hubungannya dengan Israel.
Nampaknya memang benar apa yang mulai sering disebut oleh banyak orang akhir-akhir ini, yakni: kita butuh politisi muda yang otaknya belum "tercemar" dengan pemikiran politisi masa lalu yang masih terjebak dengan pemikiran penjajah dan bukan penjajah dalam konteks pergaulan internasional di zaman AI sekarang ini.
Indonesia butuh politisi dengan pemikiran progresif untuk menghadapi berbagai tantangan baru di masa depan yang dekat. Indonesia butuh politisi yang mampu membaca peta persoalan yang bakal segera dihadapi. Indonesia butuh politisi yang mampu bergaul secara luwes di dunia internasional, terutama dengan negara tertentu yang memiliki banyak benefit yang bisa diambil.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.