Tapi tunggu dulu! Kita ini baru saja masuk di era perkembangan AI yang ternyata sangat pesat.
Pesatnya perkembangan AI itu ditandai dengan beberapa pionir atau ahli dalam pengembangan AI yang "mogok". Mereka tidak ingin lagi terlibat dalam pengembangan AI. Mereka memilih menjadi pembicara untuk mengkampanyekan agar masyarakat tidak terlena dengan potensi positif dari AI, tetapi juga merenungkan potensi negatifnya. Salah satu ahli itu adalah Geoffrey Hinton.
Beberapa praktisi lainnya, seperti Tristan Harris sibuk berkampanye menyamakan AI dengan nuclear weapon yang tidak pernah "digunakan" lagi ke sebuah negara sejak pertama kali diciptakan dan digunakan di tahun 1945 kepada Jepang. Itu berkat kampanye yang giat dari semua orang agar nuclear weapon pembuatannya diatur, dan terutama digunakan.
Tristan Harris, Geoffrey Hinton, dll. berharap jika mereka giat berkampanye, maka potensi negatif AI juga bisa ditekan.
Lalu apa hubungannya dengan tahun politik 2024?
Bagaimanapun AI akan berkembang dengan sangat pesat. Akan ada banyak sekali revolusi dalam berbagai bidang yang bakal tercetus. Penerapan demokrasi pun bakal terkena imbasnya. Demikian kata banyak ahli.
Apa imbasnya untuk Indonesia nanti?
Donald Trump saat masih sangat muda sekali pernah sesumbar kepada sebuah media, bahwa ia akan nyapres suatu waktu nanti. Gimana caranya? tanya wartawan dari sebuah media yang mewawancarainya waktu itu. Gampang, kata Trump. Masyarakat Amerika itu gampang dimanipulasi, kok.
Bertahun-tahun kemudian, Trump membuktikan ucapannya itu. Ia menggunakan Twitter untuk memanipulasi masyarakat Amerika agar memilihnya. Bahkan saat ia tidak terpilih lagi untuk periode kedua ia berhasil menghasut pendukungnya untuk menyerbu Capitol Hill dan berbuat rusuh pada tanggal 6 Januari 2021.
Menurut ahli ideologi fasis dari Amerika, Jason Stanley, Trump bahkan "berhasil" menumbuhkan ideologi fasis di Amerika. Semua dilakukan Trump dengan menunggangi medsos.
Di era AI yang sebenarnya masih embrio sekarang ini tidak ada lagi beda antar negeri maju dan negeri berkembang. Masyarakat kedua negeri yang dahulu berwatak berbeda, sekarang mudah sekali dimanipulasi "berkat" adanya medsos yang di dalamnya sudah dilengkapi AI.
Itu tidak terjadi di Amerika saja. Perancis baru-baru ini dilanda kerusuhan besar selama berhari-hari. Kerusuhan menggila karena medsos menjadi "pusat" penyebaran hasutan.
Sedangkan untuk Indonesia, ini yang pernah terjadi, karena adanya medsos:
Indonesia di tahun 2014 dan 2019 nyaris menghasilkan presiden yang "cacat". Sayangnya di Pilkada Jakarta 2017, masyarakat Jakarta berhasil dikadali oleh gubernur yang di luar harapan masyarakat.
Medsos menurut Frances Haugen melebarkan kubu-kubuan yang sangat lebar (polarization). Bahkan medsos mengakselerasi disinformation dan misinformation 6 kali lebih cepat. Frances Haugen yang mantan product manager dari FB ini membocorkan rahasia tentang peran medsos dalam memberikan berbagai dampak negatif di masyarakat, termasuk ancaman medsos pada demokrasi (baca di sini tentang Frances Haugen).