Semuanya diganti, meskipun ada menteri yang tidak muda lagi. Ada juga Rini Sumarno, mantan menteri pada era Kabinet Gotong Royong Megawati, dan Sofyan Djalil mantan menteri pada era KIB-1 yang dipimpin SBY. Ada juga menteri yang terlihat sudah kurang fit, seperti Menhan Ryacudu, yang berjalan agak terpincang-pincang mungkin karena menderita asam urat.
Satu-satunya anggota Kabinet Indonesia Baru (KIB) jilid-2 yang diangkat adalah Menag Lukman Hakim yang baru 6 bulan menjabat. Mungkin Lukman diangkat sebagai hasil lobi dengan partai PPP yang belum 100% merapat ke KIH.
Hal kedua yang terlihat, Presiden Jokowi tidak mau didikte oleh pasar. Presiden Jokowi tidak mengangkat tokoh terkenal yang sangat diinginkan pasar seperti Sri Mulyani dan Agus Martowardoyo. Presiden Jokowi justru memilih memilih sebagian besar menteri bidang ekonomi yang belum terkenal dan bahkan orang-orang dari daerah. Pastilah pasar agak terkejut dan memberikan sentimen negatif. Tapi Presiden Jokowi percaya, sentimen negatif itu bersifat sesaat, tidak akan berlangsung lama.
Hal ketiga yang terlihat adalah bahwa seluruh menteri bidang ekonomi, mempunyai rekam jejak sebagai pelaku bisnis, baik sebagai pemilik perusahaan, CEO maupun sebagai profesional. Rupanya Presiden Jokowi menambahkan hal itu sebagai satu kualifikasi dalam memilih menteri. Mereka diyakini memiliki semangat kerja yang tinggi, berani melakukan terobosan untuk meraih keberhasilan. Presiden Jokowi kelihatannya menjadikan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang berlatar belakang pengusaha dan CEO grup Jawa Pos, sebagai model menteri yang dicari. Presiden Jokowi menginginkan menteri-menteri yang langsung bisa bekerja, bukannya yang masih harus belajar dulu menjadi menteri.
Dalam konteks itulah kita bisa memahami mengapa Presiden Jokowi pada masa ‘injury time’ mencoret nama Muarar Sirait yang berlatar belakang polikus murni sebagai Menteri Kominfo, diganti dengan Rudiantara, seorang profesional sangat berpengalaman pada bidang telekomunikasi. Meskipun Muarar Sirait adalah kader vokal PDIP dan loyalis Megawati.
Demikianlah, pos-pos menteri bidang perekonomian semuanya diberikan kepada para CEO dan profesional. Menteri Kelautan dan Perikanan diberikan kepada Susi Pujiastuti, pemilik sekaligus CEO perusahaan penerbangan Susi Air dan juga pengusaha perikanan. Menteri Pertanian diberikan kepada Amran Sulaiman, pengusaha dari Sulsel, pemilik sekaligus CEO dari grup perusahaan nasional yang bergerak di bidang pertanian dan pertambangan. Menteri Perdagangan dipercayakan kepada pengusaha Rahmat Gobel, pemilik sekaligus Komisaris PT. Panasonic Indonesia. Menteri Pariwisata dipercayakan kepada Arief Yahya, Dirut PT. Telkom. Selanjutnya Menteri ESDM dipercayakan kepada Sudiman Said, Dirut PT. Pindad. Sedangkan Menteri Kominfo dipercayakan kepada Rudiantara, profesional pada perusahaan-perusahaan nasional bidang telekomunikasi.
Sedangkan dari unsur kader politik dan orang-orang dari gerbong Megawati dan Jusuf Kalla, Presiden mempercayakan 5 posisi menteri. Menko Perekonomian dipercayakan kepada Sofyan Djalil, Menteri BUMN kepada Rini Sumarno, Menteri Perindustrian kepada Saleh Husin, Menteri Koperasi dan UKM kepada Puspayoga, dan Menteri Tenaga Kerja kepada Hanif Dhakiri. Kecuali Sofyan Djalil dan Rini Sumarno, Presiden Jokowi kelihatannya terpaksa memasang menteri-menteri dari parpol yang kurang meyakinkan, karena rekam jejak mereka dalam dunia bisnis masih sangat kurang.
Hal keempat dalam komposisi Kabinet Kerja Jokowi yang dapat diberi catatan adalah, bahwa menteri-menteri yang menangani bidang-bidang sosial politik, sebagian besar cukup menjanjikan. Mereka yang dipilih adalah yang terbaik. Misalnya Mensesneg dipercayakan kepada Rektor UGM, Menteri Luar Negeri dipercayakan kepada Retno Lestari, yang pernah menjadi dubes di sejumlah negara. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dipercayakan kepada Siti Nurbaya yang pernah menjabat Sekjen di Kemendagri dan DPD. Menteri Kesehatan dipercayakan kepada Nila F Muluk yang lima tahun lalu sudah hampir jadi menteri.
Kita tentunya juga ingin melihat kiprah Anies Baswedan sebagai Menteri Dikdasmen dan Kebudayaan, yang bertanggung jawab dalam mengelaborasi konsep revolusi mental pada anak-anak didik. Kita juga ingin melihat bagaimana aksi Menlu dalam berdiplomasi dengan Malaysia mengenai masalah perbatasan dan sengketa pulau-pulau. Begitu juga dengan Singapura yang menjadi tempat pelarian para koruptor tanpa tersentuh karena keengganan Singapura dalam membuat perjanjian ekstradisi.
Terakhir, satu hal yang cukup mengkawatirkan adalah dipercayakannya posisi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan kepada Puan Maharani yang miskin pengalaman. Ia mengkoordinasikan bidang yang sangat strategis bagi masa depan Indonesia, yaitu masalah revolusi mental.