[caption id="" align="aligncenter" width="710" caption="Berjuang Demi Hak Cipta Si Unyil, Gambar ilustrasi diambil dari google"][/caption] BELASAN wartawan ibu kota terlihat bergegas menyusur gang sempit di kawasan Petamburan, Slipi. Bisa dipastikan ratusan orang menyemut ingin berebut masuk ke rumah mungil itu, tetapi sebagian lagi tertambat di luar.Dua mobil berparabola dan sinyal sambung satelit menambah riuh suasana perkampungan sempit tempat pak Raden tinggal.Ada anak kecil ingin menyeruak masuk ke rumah, ada rombongan ibu-ibu pengajian dari Jakarta Timur datang satu bus. Belasan usia produktif kantoran datang menebar wangi. Sebagian besar dari mereka tertambat di depan rumah memenuhi jalan sempit perkampungan. Ada apa sabtu senja itu sehingga rumah pak Raden yang mungil kedatangan ratusan orang?
Jarang terjadi, ia sengaja membuang waktu lebih dari dua jam ber-make-up serta berkostum lengkap jadi Pak Raden di rumah sendiri. Kali ini dia berencana menyanyikan sejumlah lagu, tepat di depan rumahnya sendiri, lalu ia akan bercerita banyak soal keluhan hidupnya selama ini. Ini yang dia sebut dengan acara “Pak Raden Ngamen”. Acara yang digarap spontan itu sama sekali tidak memperkirakan kalau saja yang datang hingga ratusan pengunjung. "Disediakan 50 copy press release untuk wartawan dan 200 copy teks lagu semua tandas. "Malah kurang...," terang Prasodjo Chusnato penggagas acara ini. Yang dimaksud ‘teks lagu’ tadi adalah salinan dari lirik sejumlah lagu yang bakal dinyanyikan pak Raden. Lagu-lagu tersebut antara lain lagu Gundul Pacul, Iwak Peyek, Keroncong Kemayoran, Juwita Malam dan Sol Do Iwak Kebo.
KEMBALI KE ARTIKEL