Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Sesal dan Luka [Ta'aruf 5]

14 November 2013   06:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:12 198 0
[Normal POV]

"Apa mereka akan memaafkanku?" Radit melirik Diana cemas. Dia merasa gelisah. Sekarang mobil mereka sedang menuju ke sebuah desa kecil di Pakistan, untuk menemui keluarga dari korban kecelakaan yang melibatkan Radit beberapa hari yang lalu.

Seharusnya Radit di penjara, karena kecerobohannya yang mengambil jalur jalan yang salah, mobil jeep seorang pria Pakistan terjatuh ke laut. Dan sampai sekarang jasad pria itu belum ditemukan.

Pengaruh kekuasaan ayah mertuanya yang merupakan seorang duta besar di Pakistan, membuat Radit tidak di penjara, dia menjadi tahanan kota. Dan dengan beberapa prosedur dia meminta ijin pada polisi yang menangani kasusnya, untuk pergi ke rumah si korban kecelakaan dan mengajukan perdamaian, penyelesaian masalah secara kekeluargaan.

"Mereka akan memaafkanmu, Sayang. Kamu tidak melakukan itu dengan sengaja." Diana meremas lembut tangan suaminya. Dia sedih melihat Radit terpuruk seperti itu. Radit merasa sangat bersalah, dia menganggap bahwa dirinyalah yang telah membuat si lelaki berambut raven dan mobil jeepnya terjatuh ke laut.

"Aku dengar, kemarin lusa, laki-laki itu harusnya menikah dengan perempuan pilihannya. Tapi ... Aku malah membuat pesta pernikahannya berubah menjadi pesta pemakaman."

"Sayang?" Diana menatap Radit sendu.

"Ya Allah. Bagaimana nasib si pengantin perempuan? Dia pasti sangat membenciku karena sudah membunuh calon pendamping hidupnya."

"Radit tenanglah." Diana menggigit bibirnya menahan tangis, saat mendengar yang mulai terisak, menangis karena perasaan bersalah yang menyesakan.
###

"Fiza. Tenanglah!"

"Arghhh! Babajee, tolong telepon Thariq-shahab. Beritahu dia kalau aku sudah menunggunya di sini, dan penghulu sudah datang!" Raja Din mematung, beliau menatap Fiza sedih. Dengan pakaian pengantin dan rambut serta make up yang ditata seadanya, Fiza menarik manja tangan Raja Din, memaksanya untuk menelpon Thariq, dan melangsung pesta pernikahan mereka yang kemarin tertunda.

Dan gadis berambut hitam legam itu juga memaksa para bibi dan sepupunya untuk menghias tangan dan kakinya menggunakan pacar.

"Babajee! Cepat telepon Thariq dan keluarga Al-Farizi, katakan pada mereka kalau penghulunya sudah datang!" Fiza masih menarik-narik tangan kakeknya yang duduk di sofa.

Paman, bibi, dan para sepupunya hanya bisa berdiri diam melihat kelakuan Fiza. Mereka tidak tahu harus berkata apa. Setelah diberitahu mengenai kematian Thariq, Fiza histeris dan berteriak seperti orang gila selama tiga hari, dia hanya berhenti saat dia sudah lelah dan tidur. Dan pagi tadi Fiza sudah bisa tenang. Semua orang yang ada di rumah itu terkejut, melihat Fiza yang keluar dari kamarnya menggunakan baju pengantin. Seakan melupakan khabar mengenai kematian Thariq, Fiza meminta para bibinya untuk mendadani wajahnya dan menata rambutnya agar terlihat seperti pengantin sungguhan. Dia juga memaksa mereka agar menghias kaki dan tangannya menggunakan pacar.

"Fiza." Sikander maju berusaha menenangkan keponakannya yang masih terus memaksa sang ayah.

"Babajee pilih kasih! Babajee, menikahkan Hasan dan Sari dengan pesta mewah yang mahal. Lalu kenapa Babajee tidak mau menikahkan aku dengan Thariq? Cucu Babajee bukan Hasan saja, tapi aku juga!"

"Fiza tenanglah, Nak. Istighfar. Thariq sudah mati," ucap Sikander pilu sambil menepuk pundak mungil Fiza.

"Bohong!" Fiza menoleh. Dia menatap Sikander tajam. "Paman Sikander bohong! Thariq belum mati! Dia belum mati!!!" Teriaknya marah.

"Fiza, mobil jeep milik Thariq terjatuh ke laut, dan sampai sekarang jasadnya belum ditemukan. Jadi terimalah kenyataannya. Dan berserah diri pada Allah, ini ujian bagimu Nak."

"Tidak! Tidak! TIDAK!" Sambil menangis gadis berambut hitam panjang itu menggeleng, menutup telinganya saat mendengar nasihat sang paman. Dia menolak menerima kenyataan bahwa calon suaminya telah tiada.

"Fiza?" Dengan suara parau Firdaus (yang sejak tadi duduk di tangga yang menghubungkan ruang tamu dan lantai dua) bangkit menghampiri adiknya. "Tolong jangan bersikap seperti ini. Kakak mohon," pintanya sembari terisak sedih.

"Tidak! Kakak! Tolong beritahu mereka semua. Thariq belum mati!" Mohon Fiza mengadu pada Firdaus.

Lelaki berambut gelap itu hanya diam. Tak sanggup menjawab permintaan adiknya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun