Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Mengapa BBM harus naik?

10 April 2012   11:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47 822 0

Sepanjang minggu lalu Jakarta disibukkan dengan banyaknya demo menentang rencana kenaikan harga BBM per tanggal 1 April 2012. Ramai saya lihat di jalan protokol, kampus-kampus, kantor pemerintahan, para mahasiswa beserta buruh dan aktivis ikut berdemo menyuarakan hak rakyat agar ditiadakannya kenaikan BBM tsb. Di beberapa titik demo memang sempat berakhir ricuh walaupun di tempat lainnya massa ber-orasi dengan tertib. Puncaknya Jumat minggu lalu ketika ribuan massa berbondong-bondong mendatangi gedung DPR menyatakan keberatannya atas kenaikan BBM sementara para anggota dewan menggelar rapat paripurna yang seperti sudah kita lihat langsung dari televisi berjalan alot hingga pukul 1 pagi. Miris melihat demo anarkis yang tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa tetapi juga serikat buruh yang akhirnya menimbulkan bentrok dengan aparat kepolisian dan TNI hingga jatuh korban jiwa. Rakyat VS. Rakyat. Pffft.


Lalu sebenarnya apa yang mendasari pemikiran para wakil rakyat kita yang terhormat untuk menaikkan harga BBM, bahasa halusnya untuk mencabut subsidi? Karena harga minyak dunia yang sedang naik? Basi. Di Amerika sana memang ada kenaikan BBM 12 kali lipat bulan lalu, itu wajar karena mereka memang bukan negara produsen minyak dan hal itu pun terjadi karena adanya ketegangan hubungan diplomatis dengan Iran dan Syria yang notabene salah satu penghasil minyak terbesar di dunia selain Arab dan Indonesia. Tetapi kita negara produsen minyak yang dimana lebih banyak mengekspor minyak daripada mengimpornya, rasanya kurang masuk akal kalau harus berpatokan pada fluktuasi harga minyak dunia. Ibaratnya gini, kalau kita nelayan yang menjual ikan-ikan tangkapan kita ke beberapa pasar tradisional, pasti kita dong yang menetapkan harga. Apalagi kalau yang dijual itu barang langka yang dibutuhkan orang banyak, bargaining power kita harusnya semakin kuat.

Harga minyak seharusnya bisa Rp. 500/liter. Here’s how to count it!

Pemerintah berasumsi harga pasar untuk minyak dunia adalah $ 120/barel dengan biaya produksi $ 10/barel. Maka harga minyak menurut pemerintah adalah ($ 120/barel + $ 10/barel x Rp. 9000/$ 1) : 159 lt/barel = Rp 7.358/liter

*catatan 1 barel = 159 liter.

Sekarang ini pemerintah menjual BBM dengan harga jual Rp. 4500/liter. Artinya ada selisih Rp 2858/liter. Subsidi sebesar ini kemudian dianggap sebagai kerugian. Rugi? Ya tentu rugi karena pemerintah menganggap dirinya perusahaan. Inilah pemikiran akibat pengaruh IMF.

Coba pikirkan, minyak bumi kita dari negeri sendiri bukan? Dari tanah sendiri. Lalu mengapa harus mengikuti harga pasar minyak dunia? Seharusnya karena diambil dari tanah sendiri harganya adalah $ 0/barel. Dari tanah sendiri, tidak beli.

Jadi harga minyak seharusnya ($ 0/barel + 10$/barel x Rp. 9000/1$) : 159 lt/barel = Rp. 566 / liter.

Dari perhitungan diatas justru rakyat Indonesia yang memberikan subsidi BBM untuk pemerintah sebesar Rp 4500 – Rp 566 = Rp. 3936/liter.

Ini semua terjadi karena adanya perjanjian pemerintah kita dengan IMF pasca krisis moneter 1997 lalu. Pemerintah berhutang kepada IMF untuk mengatasi krisis ekonomi kita dengan beberapa syarat. Yaitu dengan menjual negara dan penduduknya. Beberapa kesepakatan yang harus dituruti pemerintah adalah privatisasi (swastanisasi), liberalisasi (menghilangkan proteksi dan subsidi). Investasi asing juga harus diperbesar. Rakyat pun akhirnya harus bersaing dengan perusahaan raksasa pemilik modal besar. Beginilah cara barat mengeruk habisan-habisan kekayaan negara kita. Jadi, jangan terlalu bangga dengan dinobatkannya Indonesa sebagai negara tujuan investasi paling menarik di dunia tahun ini. Iyalah orang asing suka berinvestasi disini, lha wong masyarakat kita paling suka dibodoh-bodohi sama mereka #eh

Sebagai perbandingan, berikut adalah harga minyak di beberapa negara penghasil minyak:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun