[caption id="" align="aligncenter" width="309" caption="Sumber : Ajie Nugroho - Album Kampret FB"][/caption] . Setelah kembali ke tanah air beberapa waktu saya sering merasakan culture shock. Bukan sok-sokan sih tapi memang banyak hal aneh yang saya rasakan tentang segala sesuatu di tanah air. Saya yang terkena kejutan budaya sering dijadikan bahan olok-olokan beberapa teman dekat, sekedar lucu-lucuan sih. Tapi tak bisa dipungkiri memang saya tak pernah absen berkomentar, "Kok bisa begitu? Kok bisa begini? Aneh ya?" dan seterusnya. Kejutan paling baru yang saya temui adalah ketika menemani belajar anak seorang teman yang kebetulan sedang menghadapi ujian semester untuk pelajaran Bahasa Inggris. Dan saya hanya bisa melongo, bukan karena Bahasa Inggris yang dipelajari si anak terlalu susah tapi terlebih pada pemahaman si anak terhadap pelajaran itu sendiri. Saya sampai bingung bagaimana harus menjelaskan kepadanya tentang kata ganti milik dan akhirnya saya menanyakan apakah gurunya pernah menjelaskan tentang dasar-dasar Bahasa Inggris yang sedang dipelajari. Si anak hanya menggeleng. Lalu bagaimana cara mengajar gurunya? Ternyata guru hanya meminta murid-muridnya untuk mengerjakan task yang terdapat pada buku latihan tanpa menjelaskan. Waduh, enak benar ya jadi guru jaman sekarang, mengajar tidak perlu susah-susah menjelaskan sampai murid-muridnya mengerti, cuma lempar tugas dan mengoreksi. Saya berharap hal ini cuma terjadi per kasus saja, bukan secara keseluruhan. Menurut saya Bahasa Inggris bukan bahasa yang gampang dipelajari karena secara tata bahasa berbeda dengan Bahasa Indonesia. Dan jika sekolah (dalam hal ini, guru) tidak membekali muridnya dengan dasar-dasar yang kuat dan pembelajaran yang sistematis sesuai usia anak, saya pikir akan mudah sekali terjadi kebingungan pada anak didik dalam menyerap pelajaran. Kurikulum pasti sudah ada dan tinggal diikuti tapi untuk metode pembelajaran saya yakin setiap guru pasti punya cara masing-masing untuk menyampaikan pelajaran kepada para muridnya. Dan cuma memberikan tugas tanpa memberikan penjelasan yang cukup kepada anak didik yang notabenenya baru di tingkat awal, saya pikir bukan cara mendidik yang baik dan benar. Seandainya memposisikan diri kita sendiri di situasi si anak, dengan pengetahuan yang minim kita dituntut mengerjakan soalan ujian, apa yang bisa kita lakukan? Asal tulis, asal isi yang penting kertas tidak kosong? Kalau sebatas mengerjakan ujian semester mungkin bukan masalah yang besar. Tapi bagaimana kelanjutan pembelajaran mereka di kemudian hari? Masih mau terus menerus menggunakan metode lempar soal tanpa menjelaskan? Mau jadi apa anak didiknya? Saya sekarang jadi mengerti kenapa penguasaan Bahasa Inggris generasi muda kita sangat jelek. Bukan mau sok-sokan lagi tapi banyak contoh penggunaan Bahasa Inggris salah kaprah yang bisa kita temui di sekeliling kita setiap hari. Tak hanya pada buku pelajaran anak SD yang diterjemahkan bebas ke dalam Bahasa Inggris dengan hasil terjemahan hanya setara terjemahan Google Translate tapi juga penggunaan Bahasa Inggris asal jadi dan asal jeplak di beberapa papan iklan bahkan plang di beberapa tempat umum bahkan instansi milik pemerintah. Gejala apakah ini? . [caption id="" align="aligncenter" width="274" caption="Sumber : Fanpage KDCR Facebook"][/caption] Sampai kapankah bangsa kita akan menjadi bangsa yang acuh tak acuh? Mungkin banyak orang menganggap hal seperti ini adalah hal remeh dan tidak penting tapi bagi saya segala sesuatu terutama proses belajar harus diawali dengan dasar yang kokoh. Diawali dengan hal-hal dasar yang mungkin terlihat sepele tapi di kemudian hari akan terasa pentingnya dasar yang kokoh tersebut untuk menjembatani pembelajaran ke hal-hal yang lebih kompleks. Masih mau tidak peduli?
KEMBALI KE ARTIKEL