Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Artikel Utama

[FSC] Sayang, Surat Ini Tak Mungkin Sampai Padamu

14 Agustus 2011   01:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:48 713 17

12 Januari 2010

Sayangku,

Bagaimana kabarmu di sana? Taukah kau, sungguh aku rindu padamu. Di sini sepi tanpamu Sayang, meskipun setiap hari cucu-cucu kita yang masih kecil menggelayut manja padaku. Meskipun juga, anak-anak kita tiap hari Minggu selalu berkumpul di rumah kita. Sudah berapa hari terlewatkan tanpa pelukanmu, tak mungkin aku hitung lagi jumlahnya. Aku merindukan waktu-waktu bersamamu. Karena semua yang ada sekarang, tidak bisa menggantikan posisimu. Setelah semua terasa sepi, baru terasa bahwa kamu benar-benar penting bagi hidupku, Sayang.

Sayangku,

Boleh kan kalau aku ingin mengurai semua kenanganku denganmu selama ini melalui surat ini? Aku ingin mengenangmu untuk yang terakhir kalinya. Karena aku merasa Sayang, kalau umurku sudah tidak lama lagi. Aku takut,kalau nanti aku tidak akan memiliki waktu lagi untuk mengenangmu ketika mati sudah ada di depan mataku.Dan bolehkah aku menceritakan tentang segala hal setelah kepergianmu, Sayang?

Sayangku,

Ketika fajar sudah datang, sampai sekarang aku masih belum bisa menghilangkan belaian selamat pagimu. Hanya bayangmu yang aku susun sendiri, yang setiap hari menemaniku membuka mata. Sabarmu Sayang, akan sangat terasa ketika membangunkanku. Kau sangat hafal, kegilaanku pada pekerjaan membuatku selalu tidur larut dan akan sulit bangun esok paginya karena kurang tidur. kalau sudah begitu, kau akan begitu berhati-hatidalam membangunkanku.

Sayangku,

Menurutku, kau adalah perempuan paling sabar yang pernah aku kenal di dunia ini. Ingat tidak, ketika anak-anak kita merajuk karena kita tidak jadi berlibur ke kebun binatang dan berenang untuk merayakan ulang tahun Arif yang keempat karena aku harus dikirim ke Surabaya untuk urusan pekerjaan? Aku saja tidak bisa membujuk mereka untuk tidak lagi merajuk, tapi nyatanya kau bisa. Hanya dengan mengadakan acara kecil-kecilan dengan memasak dan berkreasi di rumah sebagai pengganti acara berlibur, rajukan mereka akhirnya hilang. Ingat juga kah kau Sayang? Ketika aku hampir saja dikeluarkan dari kantor hanya karena salah menghitung jumlah stok barang yang masuk, kau tetap tenang dan membimbingku untuk tetap berdoa kepada Tuhan. Ternyata kesabaranmu menghadapi masalah ini, memberikan hasil yang baik.

Sayangku,

Ketelatenanmu merawatku,tidak bisa diganti oleh siapapun, anak kita sekalipun. Aku tidak pernah menyuruhmu memotongkan kuku tangan dan kakiku setelah pandanganku mulai mengabur, tapi dengan sigap kau mengambil pemotong kuku dan memaksaku menselonjorkan kaki supaya bisa leluasa kau memotong. Berbeda dengan Rara, anak pertama kita. Dia telaten memang merawatku setelah kau tidak ada. Tapi aku sungguh kasihan padanya Sayang, dia sudah repot mengurus Kayla dan Raysha, cucu kita yang kembar dan sudah mulai menyita waktu Rara karena mereka sudah berumur 3 tahun lebih. Belum lagi, Rio, cucu pertama kita yang sekarang mulai remaja, selalu saja membuat ulah. Sangat berbeda dengan Rio yang selalu mencium pipi kita ketika dia masih SD dulu. Sedangkan Pram, suaminya, sudah sibuk sendiri dengan urusan pekerjaan yang sepertinya sudah tidak mungkin lagi bisa diganggu. Seolah-olah, urusan anak sudah ditanggungkan pada Rara.

Beda anak, pastilah beda apa yang mereka alami, Sayang. Tidak jauh beda dengan Rara yang disibukkan dengan si kembar, Laila juga sama sayang. Memiliki seorang anak yang tidak mampu berfikir seperti anak kebanyakan, membuat dia sibuk berfikir tentang banyak hal untuk anaknya. Ivan sudah kelas 5 SD, dan dua tahun lagi dia sudah pantas untuk melanjutkan SMP. Meskipun masih dua tahun lagi, Laila sudah berusaha mencari informasi tentang sekolah yang mampu menerima kekekurangan Ivan. Entah apa nama sekolahnya, Sayang. Laila pernah bercerita, kalau tidak salah program pemerintah itu bernama sekolah inklusi. Bagaimana sekolahnya, aku pun tak tahu. Yang aku tahu, hanyalah program itu bisa membantu Ivan bergaul dengan teman-teman barunya yangtidak seperti dia. Terkadang Sayang, aku merasa Laila terlalu terikat pada kehidupan Ivan sehingga dia melupakan apa yang pernah dia ceritakan ke kita dulu tentang keinginannya memiliki banyak anak. Dan sepertinya itu sudah menjadi kesepakatan tidak tertulis dengan Lutfi, suaminya. Dan kalau sudah melihat derita Laila, apa tega aku meminta dia untuk mengurusku? Tidak Sayang, aku tidak akan setega itu.

Sedangkan anak kita yang paling tampan, Arif, memiliki cerita yang berbeda lagi Sayang. Semenjak kau meninggal, berulang kali aku memaksanya untuk cepat-cepat menikah tapi selalu dia menolak. Inginku Sayang, supaya kelak ketika dia sudah seumurku sekarang, ada yang mengurusnya. Seperti kau yang selalu telaten mengurusku. Tapi sudahlah, daripada aku sakit hati karena memaksanya terus-menerus, akhir-akhir ini aku lebih baik diam. Toh, dia sudah dewasa untuk berfikir tentang hal itu.

Sayangku,

Seandainya Tuhan mengizinkan, aku ingin lagi merasakan pelukan dan ciuman yang selalu kau berikan disetiap kita menghabiskan waktu berdua saja. Dan aku juga ingin menghabiskan waktu berdua saja duduk di atas kursi kayu di taman samping rumah, sambil membicarakan masa depan keluarga kita atau hanya sekedar untuk mengenang masa lalu bersamamu dengan ditemani secangkir teh manis. Seperti yang biasa kita lakukan ketika aku sedang tidak bekerja.

Sayangku,

Tampaknya, menulis surat ini untukmu, tidak akan bisa mengobati rasa rinduku padamu. Karena begitu berartinya kau bagiku.

Suamimu,

Leksono.

_____________________________________________

Peserta 177, Miss Rochma

NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Fiksi Surat Cinta yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke Cinta Fiksi : Inilah Malam Perhelatan & Hasil Karya Fiksi Surat Cinta [FSC] di Kompasiana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun