Tentang panas,
Yang datang bersama datangnya siang. Ah tidak, malam pun datang dengan menggandeng panas.
Tentang panas,
Yang menyapa sepetak rerumputan yang awalnya segar oleh embun subuh meskipun tak melimpah. Yang apabila disapa oleh panas, para rumput akan menguapkan air dalam pelukannya dan mengeringkan tulang-tulang tubuhnya. Tetapi meskipun mengering, tetap tercetak jejak segerombol kambing yang tadi pagi mengunyah para rumput, ditunggui penggembala berbaju yang tak lagi putih, yang larut dalam lagu-lagu yang dia nyanyikan sendiri sambil bersandar pada tembok apartemen yang tinggi gagah.
Tentang panas,
Yang memayungi lahan kosong milik sebuah pohon tua yang tak lagi memiliki teman bercengkerama karena teman-temannya dipotong dengan menggunakan gergaji mesin yang lebar geriginya. Semakin terasa kering, karena tanah yang awalnya adalah milik teman si pohon, sudah berganti kepemilikan dengan pabrik-pabrik baru sebagai cabang pabrik-pabrik lama yang entah ada dimana pusatnya. Dan si pemilik pabrik, dengan alasan menghijaukan lingkungan, memberi teman baru untuk si pohon tua yaitu pohon-pohon muda yang dijejalkan di tanah dipinggir jalan pabrik baru. Tapi si pohon tua tidak mengeluh. Karena pohon-pohon muda itu butuh ilmu darinya tentang caranya mengumpulkan bertandon-tandon air tanah supaya panas tak terlalu terasa bagi manusia.
Tentang panas,
Yang membangunkan para pengayuh becak diseberang jalan pasar yang penuh dengan pembeli. Karena takut dirinya semakin legam dan tidak bisa lagi dibedakan oleh istrinya dengan pantat panci yang menghitam karena kayu bakar, si pengayuh becak menggunakan baju berlengan panjang yang dia terima ketika dia memilih salah satu tokoh partai yang ternyata kalah dalam pemilu beberapa tahun lalu. Sambil membayangkan semangkuk opor ayam ketika lebaran nanti, tak hentinya si pengayuh becak menawarkan jasanya mengantar pulang para penggila mode yang rela bersenggolan meskipun panas mendera tubuh mereka saat puasa sudah hampir menghilang dari pelukan Romadhon.
Tentang panas,
Yang menghampiri sebuah mushola kecil di ujung desa yang jauh dari kebisingan kota besar. Dimana mushola itu semakin ramai ketika waktu imsak sudah mengingatkan para penghuni desa untuk segera mengakhiri sahurnya dan bersiap mengambil sarung demi subuh yang akan mengganti. Dan ketika panas mulai mengintip, terdengar sahutan tartil al-Qur’an dari arah mushola, yang ternyata sahutan itu adalah milik ibu-ibu yang tidak lagi menyiapkan sarapan untuk suaminya ketika puasa. Dan ketika panas mulai mengintip pula, terdengar gurauan anak-anak desa yang bermain petak umpet sampai baju mereka basah oleh keringat. Tidak seperti anak kota yang bajunya tidak mugkin panas karena selalu berkutat dengan komputer dan play station.
Tentang panas,
Yang membangunkanku dari tidur malasku untuk segera menyalakan kompor dan meracik antara teh dan gula untuk petang nanti.