Sore itu panas. Padahal jam di tangan sudah menunjukkan pukul 4 sore. Perutku yang mulai membesar, memaksaku setiap bulan harus memeriksakan diri ke dokter supaya janinku tidak memiliki masalah yang serius. Dengan malas yang menyerang, ditambah pula suasana cuaca yang tidak bersahabat, memaksaku untuk tetap harus berangkat ke dokter. Dengan langkah yang berat seberat beban yang tiap hari aku bawa di dalam perutku, aku melangkah menuju sebuah pemberhentian angkot yang dibangun oleh warga perumahan beberapa tahun yang lalu.
Saat kuletakkan badan ini dengan posisi yang nyaman di bangku besi panjang, seorang laki-laki penjual es campur dan seorang perempuan penjual rujak cingur sedang berkonsentrasi membuka lapak dagangannya. Seolah tidak mau diganggu kala itu.
Kalian tahu, mereka berdua adalah penjual makanan paling lama yang pernah aku tahu di lingkungan perumahanku. Sejak aku SD hingga umurku yang sudah melewati seperempat abad, mereka masih saja tidak beralih pada pekerjaan lain. Padahal kalau kalian tahu bagaimana lapak jualan mereka, sudah tidak jamannya lagi untuk tahun 2011. Tapi, bukan seberapa lama mereka berjualan atau seberapa kuat perjuangan mereka dalam bersaing dengan pedagang lain yang mau aku ceritakan. Hanya ada sebentuk percakapan dari mereka yang mau aku bagikan kepada kalian.
***