Beberapa hari belakangan ini, kompasiana di beri wacana menarik tentang seorang gadis remaja bernama Erlinda asal Bogor. Sebenarnya ini sudah merupakan perbincangan lama, tapi beberapa hari ini “omongan” tentang dia mulai merebak lagi. Tapi membawa angin yang tidak segar. Keraguan beberapa kompasioner dengan kredibilitas Erlinda dalam menulis. Akhirnya, keluarlah tulisan (Erlinda menyebutnya sebagai “angry post”) yang dijadikan sebagai sebagai konfirmasi tentangkebeliaannya yang katanya ditujukan untuk orang-orang yang tidak percaya dengan identitasnya sebagai siswi SMA.
Pemandangan yang menarik sebenarnya.Tapi saya disini tidak membela Erlinda atau membela yang meragukan Erlinda atau membela siapa pun. Hanya saja, saya berusaha untuk mencari pelajaran atas artikel yang telah dikeluarkan Erlinda tadi siang.
Rasa percaya.
Kepercayaan rasanya mulai luntur pada setiap sisi manusia. Saya saja, dalam pekerjaan yang saya lakoni tiap hari, kadang mulai luntur kepercayaan saya pada kemampuan senior-senior saya atau bahkan pada kebijaksanaan atasan saya. Saya mengakui itu. Tapi saya mencoba untuk tetap percaya, bahwa setiap orang ingin menunjukkan eksistensi dirinya dimana dia mampu menunjukkan itu. Toh saya belum tentu bisa melakoni apa yang mereka (senior dan atasan saya) lakukan karena keterbatasan pengalaman.
Dan mungkin ketidakpercayaan itu juga dialami oleh senior dan atasan kepada saya. Hanya saja mereka tidak menunjukkan secara langsung dihadapan saya. Tapi dari sikap, itu sudah pasti terlihat. Dan mungkin pun mereka beralasan sama ketika tidak mau menyampaikan ketidakpercayaan mereka terhadap saya. Karena mereka tahu, saya butuh eksistensi diri dalam pekerjaan yang saya geluti sekarang.
Sama halnya dengan dunia yang serba online sekarang ini. Pasti ada sedikit ketidakpercayaan antara satu orang dengan orang yang lain. Ditambah lagi bagi mereka yang tidak pernah bertatap muka alias kopdar. Bentuk ketidakpercayaannya? Beragam. Tidak percaya profil seseorang. Tidak percaya atas kreasi orang lain. Tidak percaya cerita yang ditulis. Dan berbagai macam bentuk yang lainnya.
Tapi alangkah baiknya, kita berusaha untuk saling menghargai bahwa orang lain pun butuh keinginan untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya dalam dunia maya. Entah kemampuan menjaring teman, kemampuan menuangkan ide, kemampuan untuk membentuk sebuah tim solid atau kemampuan apapun yang muncul dari keterlibatannya dalam dunia maya.
Dan saya berusaha untuk percaya kepada semua orang yang sudah bergabung dalam kompasiana ini. Meskipun harus dilandasi dengan sikap tetap waspada karena saya belum pernah satu pun bertemu dengan penulis-penulis hebat di blog “grudukan” ini.
Saya berusaha percaya, bahwa teman-teman saya di kompasiana ini mampu menghasilkan sebuah tulisan yang menarik perhatian saya untuk saya baca tiap hari. Saya berusaha percaya, bahwa dengan menerima saya sebagai teman mereka, mereka akan memberikan sebuah kritik dan saran yang baik untuk perkembangan kemampuan menulis saya. Saya percaya, bahwa dari “ngerumpi” di kompasiana bisa berlanjut di dunia nyata dan membuat sebuah perubahan meskipun itu masih kecil. Saya percaya, bahwa sebuah ide jika didiskusikan dengan ide yang lain akan memunculkan sebuah ide baru yang lebih brilian. Dan masih banyak kepercayaan saya yang lain atas tergabungnya saya dalam kompasiana.
Mungkin, dengan memunculkan rasa percaya atas orang lain, akan membuat kita betah di sini dan akan membuat otak kita lebih “putih” dengan munculnya ide-ide baru yang lebih fresh.
Oya, saya belajar kembali memunculkan kepercayaan pada orang lain dari film Jepang yang berjudulGokusen (mungkin ada yang sudah lihat). “Kalau kita percaya pada mereka, maka mereka pun akan percaya pada kita”.