Sekitar 97% minyak dan 50% transaksi perdagangan negara-negara teluk melalui Selat Hormuz. Menurut U.S. Energy Information Administration, di tahun 2011 rata-rata 15 kapal tanker yang memuat 17 juta barel minyak melewati selat ini setiap harinya. Maka dapat dibayangkan resikonya, apabila selat Hormuz jadi ditutup, karena sama artinya menutup 40% pasokan minyak yang dibutuhkan dunia. Harga minyak melambung adalah pasti. Dan jika harga melambung, ekonomi global akan mengalami krisis. Yang paling terpukul tentu saja Uni Eropa yang selama dua tahun ini mengalami krisis parah. Dan juga China, India, Jepang dan Korea Selatan, yang selama ini paling banyak menyedot minyak Timur Tengah.
Bagi Amerika, terhambatnya suplay minyak dari Timur Tengah bukan masalah berarti karena konsumsi minyak Amerika dari kawasan ini hanya 9%. Analisa sementara, apabila Iran menutup Selat Hormuz dan kemudian Amerika dkk mengobarkan perang, diperkirakan Iran hanya akan sanggup bertahan antara 1 sd 2 bulan. Dalam masa itu Amerika dapat menutupi kehilangan pasokan minyak dari Timur Tengah dengan melepaskan cadangan minyak strategis sebesar 700 juta barel.
Cadangan minyak ini merupakan 'tabungan' Amerika untuk menghadapi saat-saat krisis seperti sekarang ini. Badan Energi Internasional (IEA) berencana melepaskan 14 juta barel per hari jika terjadi perang di Selat Hormuz. Jumlah tersebut sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan minyak yang diperkirakan sekitar 88,9 juta barel per hari di tahun 2012. Artinya, perang bisa jadi akan menguntungkan Amerika dengan melepaskan cadangan minyaknya saat harga minyak melambung.
Bahkan perang belum dimulai pun Amerika sudah untung. Ketegangan di Selat Hormuz menjadikan bisnis senjata Amerika laris manis. Arab Saudi yang terganggu dengan gelombang revolusi Arab dan kemajuan Iran, menggelontorkan lebih dari US $ 60 miliar untuk memborong jet tempur, helikopter, rudal balistik, radar sistem peringatan dini, dan senjata anti rudal dari Amerika. Amerika juga sudah sepakat memasok 84 pesawat Boeing baru jenis F-15SA dan memodernisasi 70 pesawat berbagai type milik Arab Saudi dengan nilai US $ 29,4 miliar. Arab Saudi belum juga "pd" untuk kontes di selat Hormuz, sehingga menambahkan lagi anggarannya sebesar US $ 30 milyar khusus untuk modernisasi Angkatan Laut. Selain belanja di Amerika, Arab Saudi juga membeli 200 armada tank Leopard 2A7+ dari Jerman.
Kuwait juga tidak tinggal diam dalam persiapan kontes di Selat Hormuz, mereka mendatangkan 209 rudal pencegat GEM-T Patriot MIM-104E seharga US $ 900 juta. GEM-T (Guidance Enhanced Missile-T) Patriot adalah produksi versi terbaru Raytheon Co's yang ditujukan untuk menghadang ancaman rudal dari Iran.
Israel, yang secara pesenjataan sudah paling modern di kawasan, tidak mau ketinggalan dengan sekutunya dan memutuskan membeli 20 jet tempur F-35. Bersama Amerika Serikat, Israel juga membangun perisai balistik "Arrow II" senilai US $ 1 milyar yang mampu menembak jatuh peluru kendali pada ketinggian yang lebih tinggi, serta berencana membeli empat baterei anti-roket jarak-dekat Iron Dome. Baterei senilai US $ 203,8 juta ini terdiri atas satu sistem pertahanan udara bergerak dengan rudal pencegat yang dipandu radar dan diluncurkan dari landasan tembak seukuran truk. Baterei type lama yang bernilai US $ 50 juta pada konflik dengan Hizbullah tahun 2006, 2008 dan 2009 terbukti efektif menangkal rudal Iran yang dioperasikan Hizbullah.
Serbuan ke Iran adalah moment yang paling ditunggu Israel. Israel mempunyai kepentingan atas hancurnya Iran karena merasa dominasinya di kawasan terancam dengan kemajuan Iran di berbagai bidang. Iran juga adalah pendukung Hizbullah dan Hamas yang selama ini menjadi musuh utama Israel.
Dalam situasi yang masih saling "plotot" di Selat Hormuz, SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) mencatat senjata Amerika yang telah terjual mencapai US $ 123 miliar (Weapons Sales Maintains U.S. Supremacythe, www.darkgovernment.com). Kesimpulannya, perang adalah bisnis Amerika.
Ada yang untung ada yang buntung. Korea Selatan selain defisit minyak sebesar 247.000 bph, juga terancam rugi US$3,7 miliar dalam proyek pembangunan pipa minyak sepanjang 1.680 kilometer untuk mengalirkan minyak dari pelabuhan Neka di wilayah utara Iran ke pelabuhan Jask di Selatan Iran.