Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Merayan

13 November 2020   16:55 Diperbarui: 13 November 2020   17:01 78 8
[i]
Aku terdampar di gurun
semilir angin datang,
Aku menoleh, bayanganku diam.
Tak ada orang
hanya panas dan haus.
Tak ada jalan
hanya pohon kayu mati
Aku sendiri. Diam.
Tetiba angin kembali,
dengan ribuan debu gurun yang mengambang
aku lari.
Sedetik sungguh lama
tak sempat pula lihat jam
ku lari, dalam kepungan debu
kilometer hanya sejengkal
memutar-mutar kebingungan.

[ii]
Aku
tiba di ruangan merah
tak bercorak,
hanya pencahayaan cukup.
Aku pun menari
dengan kain merah , tak tau dari mana
menampilkan gerakan
seakan sarat makna
semacam modern dance.
Kuhayati irama diriku
mengayunkan tangan kanan ke bawah sampai badanku ikut meliuk
searah lawan jam
lalu berputar, melompat membentangkan tangan.
Tak ada yang lain,
hanya kebebasan.
Aku berekspresi dengan sungguh, berlutut
lalu menengadahkan kepala sambil
memunculkan kelopak bunga
dari tanganku
lalu besimpuh
mengerutkan tanganku.
dunia lain yang sungguh lain.
Hampir tak sadar berapa lama di sana
sesergap cahaya
menyilakan perjalanan.
Aku terbangun.
Dari mimpi.

[iii]
Siang membangunkanku
nyaris buta akibat sengatannya
sambil mencari-cari sebuah kaset
video yang baru kualami.
Memori ditemukan,
ingatan terbuka.
Adegan terpotong, berganti cepat
tersunting secara acak,
Mirip dokumenter
ala fiksi sains.
Merah.
Hijau.
Biru.
Acak. Bergantian.
Menerbitkan linglung.
Begitu terang, matahari
tembus jendela hingga kulitku.
Ku ambil segelas air
Sambil mengingat kembali
Kutuang es, berdentik pada gelas
"tikkk..."
Tiba-tiba terputus,
Mimpiku itu,
Tak lagi tersimpan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun