10 Juli 2021 06:30Diperbarui: 10 Juli 2021 06:563464
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan atau dikenal dengan SWDKLLJ diatur di dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang lebih terperinci diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas jalan.
SWDKLLJ merupakan dana yang terhimpun dari sumbangan para pemilik alat angkutan lalu lintas jalan yang dikelola untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu lintas jalan yang diterima oleh korban kecelakaan lalu lintas jalan. Akibat keuangan ini lah yang hingga saat ini dikelola oleh PT. Jasa Raharja. Praktiknya SWDKLLJ disetorkan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor di Kantor Bersama SAMSAT diseluruh Indonesia.
Besaran sumbangan wajib pun beragam disetiap jenis kendaraan yang dimiliki, pengaturan besaran SWDKLLJ diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 16/PMK.010/2017 Tentang Besaran Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Selain besaran sumbangan wajib, peraturan menteri keuangan mengatur besaran santunan yang diperoleh oleh korban kecelakaan lalu lintas jalan diantaranya, bagi korban kecelakaan yang meninggal dunia diserahkan santunan sejumlah Rp. 50 Juta kepada ahli waris yang sah, sedangkan bagi korban yang mengalami luka-luka diberikan jaminan biaya perawatan maksimal Rp. 20 Juta, bagi korban yang mengalami cacat tetap dapat diserahkan santunan maksimal Rp. 50 Juta, ada juga biaya penguburan sejumlah Rp. 4 Juta bila korban meninggal dunia tidak memiliki ahli waris yang sah, kemudian bantuan P3K maksimal Rp. 1 Juta, dan Biaya Ambulance maksimal Rp. 500 Ribu. Ketentuan-ketentuan ini tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.010/2017.
Penting untuk mengetahui ruang lingkup SWDKLLJ sebagai bentuk perlindungan bagi seluruh rakyat indonesia yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan. Pasal 10 PP No. 18 Tahun 1965 menerangkan bahwa setiap orang yang berada diluar alat angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan berhak atas dana kecelakaan lalu lintas jalan. Sederhananya setiap orang yang tertabrak kendaraan bermotor memperoleh jaminan dari PT. Jasa Raharja.
Secara spesifik, pejalan kaki yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas, korban tabrak lari, korban kecelakaan yang melibatkan dua atau lebih kendaraan, merupakan sasaran program penjaminan SWDKLLJ. Lantas bagaimana dengan korban kecelakaan lalu lintas tunggal? Atau terjatuh sendiri, menabrak pejalan kaki atau hewan? Bila dikaitkan dengan ketentuan undang undang dana kecelakaan lalu lintas jalan, jelas laka tunggal tidak termasuk dalam ruang lingkup jaminan dana kecelakaan lalu lintas jalan. Selain itu, dapat dipahami bahwa pemerintah sedari awal sudah sangat berhati-hati dalam menyusun kebijakan memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya.
Kata ‘Sumbangan’ dalam SWDKLLJ merupakan amanat pembentuk undang-undang saat itu, sumbangan memliki makna yang sangat mendalam dalam memberikan bantuan, sumbangan itu sendiri adalah memberikan bantuan kepada orang lain dalam artian bukan untuk diri sendiri. Inilah yang membedakan SWDKLLJ dengan asuransi sosial lainnya. Jika diprogram asuransi sosial lainnya dikenal istilah ‘iuran’ yang dikumpulkan untuk diri sendiri atau keluarga yang didaftarkan, sedangkan dana kecelakaan lalu lintas jalan diserahkan untuk orang lain diluar pihak yang membayar SWDKLLJ. Itulah mengapa kecelakaan lalu lintas tunggal tidak termasuk kedalam ruang lingkup jaminan dana kecelakaan lalu lintas jalan. Dengan prinsip seperti ini, bukan lah hal yang berlebihan jika dana kecelakaan lalu lintas jalan dikatakan sebagai 'The Real' jaminan sosial bagi rakyat indonesia.
Korelasi SWDKLL dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional
Terlepas dari pengaturan tentang SWDKLLJ, di tahun 2004 lahir lah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan komitmen pemerintah dalam memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi rakyat indonesia. Didalam SJSN, program jaminan sosial melingkupi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Kelima program jaminan ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), adapun yang termasuk BPJS didalam undang undang SJSN adalah Perusahaan Perseroan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang sekarang dikenal dengan BPJS Ketenagakerjaan, Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN), Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), dan Perusahaan Perseroan Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang saat ini dikenal dengan BPJS Kesehatan. Lalu bagaimana dengan PT. Jasa Raharja?
Pernyataan di paragraf sebelumnya yang menyatakan bahwa dana kecelakaan lalu lintas jalan adalah 'The Real' jaminan sosial bagi rakyat indonesia bukan lah tidak beralasan. Terdapat hal yang sangat menarik untuk dicermati bahwa ada sesuatu yang belum tuntas diselesaikan dengan lahirnya undang-undang SJSN.
Pertama, mencermati konsideran undang-undang dana kecelakaan lalu lintas jalan bahwa undang-undang tersebut dibentuk sebagai bentuk langkah pertama dalam membentuk sistem jaminan sosial sebagaimana diamanatkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor II/MPRS/1960 beserta lampiran-lampirannya. Disini sangat jelas bahwa sejatinya pemikiran dan bahkan langkah awal membentuk SJSN sudah ada sejak awal kemerdekaan negara Indonesia. Akan tetapi dana kecelakaan lalu lintas jalan tidak dimasukkan kedalam program jaminan sosial yang diatur didalam UU SJSN.
Kedua, semangat yang dibawa oleh UU SJSN sejalan dengan semangat pembentukan undang undang dana kecelakaan lalu lintas jalan, yakni demi terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat bagi seluruh rakyat indonesia.
Ketiga, sejak hadirnya UU SJSN, BPJS yang sudah bertransformasi menjadi sebuah badan hanyalah ASKES dan Jamsostek, keduanya telah menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan ASABRI, dan TASPEN masih berbentuk Perusahaan Perseroan. Fakta ini tentunya menjadi ‘PR’ bagi pemerintah untuk segera memperbaikinya, mengingat salah satu perusahaan perseroan yang didalam UU SJSN saat ini sedang mengalami kondisi yang memperihatinkan.
Terakhir, kondisi PT. Jasa Raharja sebagai pengelola dana kecelakaan lalu lintas jalan saat ini telah bergeser sangat jauh dari hal yang seharusnya. Saat ini PT. Jasa Raharja telah tergabung dalam Holding Asuransi yang bernama Indonesia Financial Group (IFG). Holding ini dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2020 tanggal 16 Maret 2020 yang menetapkan PT. Bahana Pembina Usaha Indonesia  (Persero) sebagai induk holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan. Selain  PT. Jasa Raharja, Holding ini beranggotakan perusahaan perusahaan asuransi besar yang terdiri dari PT. Jasindo, PT. Jamkrindo, dan PT. Askrindo. Bergabungnya PT. Jasa Raharja di IFG menjadi sebuah fenomena yang cukup menarik, oleh karena PT. Jasa Raharja merupakan satu-satunya anggota holding yang mengelola asuransi sosial yang bersifat wajib, sama halnya TASPEN, ASABRI, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan. Jika ditinjau dari segi yuridis bukan kah PT. Jasa Raharja seharusnya cenderung bergeser ke kebijakan yang mengedepankan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Keempat pokok pemikiran diatas memberikan gambaran bahwa pentingnya sinkronisasi yang tepat terkait peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, termasuk dana kecelakaan lalu lintas jalan dan bahkan pertimbangan-pertimbangan hukum mengenai holding BUMN yang melibatkan sektor bisnis terkait jaminan sosial.
Dengan hadirnya UU SJSN, sudah semestinya BPJS-BPJS yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut segera terbentuk. Sama halnya PT. Askes (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, bisa jadi kedepannya PT. Asabri (Persero) bersama PT. Taspen (Persero) bersatu menjadi BPJS baru sejalan dengan amanat UU SJSN, bukan malah terlibat Holding Asuransi lainnya. Begitu pula dengan PT. Jasa Raharja sejatinya menjadi bagian dari UU SJSN oleh karena secara historis undang undang dana kecelakaan lalu lintas jalan merupakan lagkah awal dalam menciptakan sistem jaminan sosial di indonesia. hal ini bukan hal yang mustahil, UU SJSN pada Pasal 5 ayat (4) dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud dalam UU SJSN dapat dibentuk yang baru. Dengan demikian proses kebijakan dari masa kemasa dapat berjalan sesuai dengan alur yang tepat. Sehingga jelas bahwa undang undang dana kecelakaan lalu lintas jalan adalah ‘kakak tertua’ dari sistem jaminan sosial nasional.
Referensi :Â
UU No. 34 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
PP No. 18 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
PP. No. 20 Tahun 2020 Tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia kedalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bahan Pembina Usaha Indonesia.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 16/PMK.010/2017 Tentang Besaran Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.