"Gugurkan saja!"
"Nggak bisa, Mas! Aku nggak mau!"
Rudi mengeluh. Satu persatu pikiran jahat berpiuh dalam lingkaran sarafnya. "Kamu tahu, kan, aku bukan tipe orang yang mudah merubah keputusan?"
Tekanan suara Rudi semakin menekan nurani Mawar. Giginya gemeretak menahan tangis. Jari-jarinya terpaut.
"Besok aku kirim uang ke rekeningmu. Segera gugurkan atau kamu mati!"
Rudi melengos pergi tanpa menyentuh kopi hitamnya. Meninggalkan Mawar yang menangis, dilingkupi wangi tembakau.
***
"Mbak Mawar!"
Mawar menoleh pada suara yang memanggilnya. Riska, berlari kecil mendekati Mawar. Stiletto merah melekat anggun di kakinya.
"Mbak, gimana penampilanku?"
"Em... Excellent! Tapi, bukan cuma itu yang penting..."
"Tenang, Mbak. Aku udah latihan, menjauhi gorengan, dan minuman dingin." seulas senyum nangkring di bibir Riska.
"Bagus kalo gitu. Mbak ke atas dulu, kamu siap-siap, bentar lagi kamu yang dipanggil."
Dalam hatinya, Mawar tak tenang. Tapi, airmatanya tersimpan rapi di kelenjar. Hidup ini drama, batinnya.
***
Tiga juri berbisik setelah penampilan memukau peserta tercantik.
"Suaranya bagus,"
"Goyangannya juga,"
"Aku tahu, tapi ingat, kita sudah diberi uang." Mawar meningatkan rekannya.
"Riska, suara kamu bagus, tapi artikulasi nadanya kurang tepat. Jadi, kami sepakat untuk..." Mic berdenging. Napas para pendukung Riska, tertahan.
"Memulangkan kamu ke rumah..."
Riska lemas. Dalam kecewanya, Riska melihat Rudi - sponsor kontes dangdut. Lelaki paruh baya yang cintanya ia tolak, dua hari lalu.
Tubuh Mawar gemetar, di matanya terpantul seringai Rudi. Lelaki yang siap memecatnya jika ia tidak menuruti perintah.