Masih ingatkah, musibah banjir yang melanda Kota Jambi, Muaro Jambi, Batanghari, pada kurun waktu Februari 2013. Tak terhitung berapa banyak rumah yang terendam. Bukan hanya korban harta, tapi musibah banjir ini juga menimbulkan korban jiwa.
Dari catatan Tribun, di Februari 2013 saja, sudah enam nyawa melayang akibat keganasan banjir. Semuanya meninggal di Desa Niaso, Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.
Nanang, dan Julian, Dua pelajar SMP nyawanya tak terselamatkan setelah tenggelam akibat terperosok ke dalam parit sedalam dua meter, di Desa Niaso, Kecamatan Muaro Sebo, Muaro Jambi, Sabtu (16/2) siang. Keduanya sebelum kejadian bersama 11 temannya bermain air genangan banjir di lokasi.
Tiga hari kemudian, Selasa (19/2) sekitar pukul 16.30, Vicky Saputra (18), di RT 15, Desa Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, menghembuskan nafas terakhir karena tenggelam saat mandi di rawa-rawa yang terkena luapan air Sungai Batanghari, di lokasi yang masih masuk wilayah Jambi Timur, berbatasan dengan Desa Niaso, Kecamatan Kumpeh Ulu.
Tak lama kemudian, Minggu (24/2) sekitar pukul 17.10. Empat orang tenggelam saat mandi di lokasi banjir di Niaso, Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Mereka mandi sekitar pukul 16.00 secara bersamaan. Mereka ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa. Semuanya warga Kota Jambi.
Kejadian korban tenggelam juga terjadi di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi. Di Kabupaten Tebo, derasnya air Sungai Batang Tebo kembali menelan korban, Kamis (16/5). Sukar (25), warga Simpang Rumbai, Dusun Air Gemuruh, Kecamatan Bathin III, Bungo, tenggelam.
Di Merangin, dalam waktu berdekata, terjadi dua kasus orang tenggelam di Sungai Batang Tabir, Kabupaten Merangin. Jumat (13/12), Agus (41), warga Desa Air Liki Baru, Kecamatan Tabir Barat, hanyut terbawa arus Sungai Batanghari. Jasadnya ditemukan tersangkut rumpun pepohonan di tepian sungai.
Sepekan sebelumnya, Sabtu (7/12), Azizah (7), siswi kelas I SDN 238/VI Tanjung Putus II, Desa Muaro Langeh, Kecamatan Tabir Barat, juga tenggelam setelah jatuh dari jembatan di atas Sungai Batang Tabir, saat hendak ke sekolah. Tim SAR kemudian menghentikan pencarian setelah sepekan tidak ditemukan jasadnya
Di Desa Semabu Kecamatan Tebo Tengah, Tebo, mendadak heboh. Soalnya, seorang bocah warga setempat ditemukan tewas tenggelam di Sungai Batang Tebo, Kamis (12/12). Apalagi di rumah keluarga Suhadi. Air mata mengalir deras di wajah-wajah penghuni rumahnya. Pasalnya bocah laki-laki yang tewas tenggelam adalah Ahmad Ponirin, putra Suhadi.
Kabupaten Kerinci yang terkenal karena mempunyai objek wisata Danau Kerinci, juga tak luput dari seringnya terjadi musibah orang tenggelam. Baru-baru ini, Sabtu (14/12), Haerin (13), murid SD 04, Desa Semerap, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci ditemukan dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Ia tenggelam di Danau Kerinci. Itulah sebagian catatan Tribun yang sempat terangkum.
Bukan hanya korban tewas yang tenggelam. Peristiwa penuh duka yang melibatkan ratusan bahkan ribuan orang juga terjadi. Seperti contoh belum lama ini, timbul bentrok aparat dengan para penambang PETI di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Selasa (1/10) sore.
Penertiban yang dilakukan aparat kepolisian tersebut berbuah bentrok. Akibatnya, dua warga dan satu anggota brimob tewas. Puluhan warga dan polisi lainnya mengalami luka-luka.
Kurang bijak rasanya jika mencari kambing hitam dalam kasus ini. Baik dari masyarakat, pemerintah ataupun polisi. Di satu sisi, aparat keamanan menjalankan perintah untuk melakukan penertiban PETI yang sudah lama berlangsung di Kabupaten Sarolangun. Apalagi penertiban itu disetujui pimpinan daerah setempat.
Di sisi lainnya, masyarakat juga butuh pekerjaan untuk menghidupi dirinya, dan keluarganya. Tak dipungkiri, sepanjang aliran sungai atau anak sungai di Sarolangun, bisa dengan mudah kita jumpai para pendompeng beroperasi.
Selain itu, bentrokan dengan menimbulkan korban jiwa juga banyak terjadi. Di Kabupaten Bungo, kasus yang sempat menghangat yakni bentrok antara dua warga Desa Lubuk Nyiur dan Desa Pedukun, Kecamatan Tanah Tumbuh, Bungo, Senin (17/9/2013).
Bentrokan bermula saat 60 siswa asal Desa Pedukun pulang sekolah dengan pengawalan empat anggota Shabara. Diketahui, sebelumnya pernah terjadi bentrok antara dua warga desa itu.
Ditengah perjalanan, tepatnya disebuah jembatan batas kedua desa, rombongan siswa tiba tiba dilempari batu yang diduga berasal dari warga Desa Lubuk Nyiur. Setelah itu tersebar isu yang menyebutkan ada warga Pedukun diserang warga Desa Sungai Nyiur.
Akibat isu tersebut, ratusan warga Desa Pedukun langsung mendatangi Desa Lubuk Nyiur untuk menuntut balas, bentrokan pecah. Seorang warga Desa Pedukun atas nama Herman (47) meninggal dunia akibat luka tembak senjata rakitan dibagian punggung tembus ke dada.
Banyak lagi peristiwa-peristiwa konflik antara masyarakat dengan perusahaan sawit, kayu dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Ataupun konflik masyarakat dengan masyarakat sendiri. Konflik yang berujung bentrok itu, ada juga terjadi di Kabupaten Batanghari, Tebo, Kerinci, dan beberapa daerah lainnya.
Kita berharap, di 2014 nanti konflik-konflik serupa yang menimbulkan korban jiwa, materil, tidak terjadi lagi. Pemerintah, sebagai ujung tombak dari satu wilayah hendaknya bisa mengambil solusi untuk mengatasi semua permasalahan di masyarakat. Minimal bisa meminimalisir suatu kejadian sebelum timbul menjadi konflik yang cukup besar. (26/12/2013/rahimin wartawan Tribun Jambi)