Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Asu Panteng

6 Juli 2010   17:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:03 227 0
"Engka Asu Panteng! Engka Asu Panteng ( semacam anjing tapi dalam bentuk magis)!"teriakan penduduk desa memecah keheningan malam.

"Asu Panteng?" tanyaku ragu.

"Iyo, Asu Panteng itu semacam anjing jadi-jadian, kalau suaranya jauh berarti anjing itu dekat begitu pula sebaliknya, bentuknya sulit dijelaskan, Asu Panteng bisa membunuh jika bertemu manusia," jelas Deng Rumpa, kepala suku yang rumahnya kami pakai menginap malam ini.

Kami bertiga berniat mendaki puncak Gunung Panttontongan malam ini, namun kabut yang cukup tebal menghalangi perjalanan kami. Terpaksa, kami harus istrahat hingga subuh menjelang.

"Kalian istirahat saja dulu, perjalanan malam sangat berbahaya apalagi akhir-akhir ini Asu Panteng sering berkeliaran di kampung ini, saya keluar mengecek keadaan kampung," ujar Deng Rompa sambil berlalu menutup pintu rumahnya dari luar. Meninggalkan kami yang diam membeku. Sesekali terdengar lolongan anjing dari kejauhan.

Aku, Pardi dan Rina saling mendekatkan diri. Wajah Rina semakin pias.

"Beddu, katanya kalau suaranya jauh, berarti Asunya dekat? suaranya kan jauh," ujar Rina lamat-lamat.

"Hush, kamu tidur saja dia akan dekat dekan dengan cewek yang ketakutan," ledek Pardi.

"Sudah-sudah kalian semua tidur jam lima kita berangkat besok,okay!" menghentikan pertikaian mereka.

Akhirnya, kami pun terlelap. Kami tak mendengar lagi kedatangan Deng Rumpa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun