Bukanlah sesuatu ang asing bagi kita pembaca dan penyaksi televisi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir menyaksi aksi dan narasi santun Anas Urbaningrum wira wiri di media. hampir tiap hari wajah dan diksi Anas selalu hadir dipelupuk mata kita. Mulai dari televisi dihidupkan hingga dimatikan.
Beragam narasi dan diksi Anas selalu menghiasi ruang private kita. media tampaknya memberikan porsi yang sungguh superaktif bagi Anas.
Episode yang sama juga dilakoni Sutan Batughana. Hampir setiap hari wajah politisi ini menghiasi media televisi. Wira wiri dengan beragam komentarnya, apakah dalam kapasitas sebagai anggota DPR maupun sebagai pengurus Partai Demokrat.
Demikian pula ketika Jokowi mencalonkan diri menjadi kandidat Gubernur DKI Jakarta 1,5 tahun yang lalu. Media selalu memberitakannya. Setiap hari tanpa lelah. Jokwi, Sutan dan Anas adalah tiga dari anak bangsa yang amat kerap muncul di televisi.
Kita sadari bahwa efek yang diresonasikan oleh media televisi sungguh luarbiasa. Orang yang biasa-biasa saja reputasi, citra dan prestasinya, kalau diekpos media televisi akan menjadi bahan pembincangan. Jadi topik pembicaraan diberbagai kalangan. Tak heran bila para politisi amat jitu memamnfaatkan media televisi sebagai ajang pencitraan diri mareka. Apalagi kalau komentar mareka bernada menyerang dan mengkritisi kebijakan pemerintah.
Pengalaman Sutan dan Anas hendaknya mengajarkan kepada media, khususnya media televisi untuk kembali introspeksi diri dan kontemplasi soal narsum yang akan mareka tampilkan. Jangan sampai begitu menggebunya dan bersemangatnya media televisi mengekspose mareka, namun secara moral mareka justru bermasalah.
Media hendaknya tidak diekploitasi oleh para politisi untuk kepentingan pribadi mareka yang justru membuat tingkat kepercayaan masyarakat kepada media makin tergerus. Kita tahu bahwa bagi media tingkat kepercayaan adalah sesuatu yang mahal harganya. Apa jadinya kalau sebuah media tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat. Bukankah media besar dan berkembang karena tingkat kepercayaan yang diberikan masyarakat?
lantas bagaimana pertanggunganjawaban moral dari media ketika narsum yang selama ini seringkali mareka tampilkan dan ekpos ke ruang publik justru menjadi penggiat korupsi? Bukankah dalam fungsi media koheren dengan usaha mencerdaskan bangsa lewat tontonan yang mareka tayangkan.
Tampaknya media televisi di negeri ini perlu introspeksi dan kontempalsi diri sebelum ditnggalkan masyarakat. Mari menonton televisi...(Rusmin)
@RusminToboali