Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Banten Lama, Riwayatmu Kini...

14 September 2014   22:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:42 99 2
Adalah momentum spesial dam amat khusus ketika saya hari jumat lalu berkesempatan mengunjungi kawasan Banten Lama. Bersama tokoh muda Bangka Selatan Tahar dan penulis Cilegon berdarah Bangka Belitung Ayu Tata, kami memulai perjalanan dari Kota Cilegon. Niat hati ingin sholat jumat di masjid Agung Banten Lama. Namun tak kesampaian karena faktor waktu dan sarana transportasi.

Usai jumatan disekitar Rumah Dunia milik penulis kondang Gong Gola, kami memulai perjalanan dengan alat trasportasi angkot dari daerah Ciloang, Serang menuju Pasar Rau dengan tarif 3000-an. Dari Pasar Rau kami melanjutkan perjalanan naik angkot menuju kawasan Banten Lama dengan tarif rp.5000 per orang.

Perjalanan menuju kawasan cagar budaya Banten Lama sungguh sangat kontras dengan keadaan di Kota Serang ataupun Cilegon,  Ibarat langit dan bumi Sepanjang perjalanan menuju Kawasan Banten Lama, kita disuguhi dengan jejeran rumah-rumah penduduk dengan keadaan tingkat sosialnya masing-masing dan deretan rumah tempat kayu-kayu yang siap dijual atau panglong kayu.

Perjalanan menuju kawasan Banten Lama pun makin terasa lama, ketika jalanan banyak yang tak mulus. Aspal tak mulus. Banyak tambalan aspal. Cerita sopir angkot kepada kami, rencana tahun 2015 jalanan menuju kawasan cagar budaya ini akan direnovasi. Namun seorang penumpang asal Serang langsung nyeletuk dengan menyatakan kondisi itu susah terwujud karena pemborong atau kontraktornya sudah tak ada lagi, Sudah dibui. Nah lo. Mati lo. Berat-berat.

Saat tiba di kawasan Banten Lama, kita disuguhi karya arsitektur maha karya nenek moyang yang luartbiasa. Mengagumkan nuran. Hanya diksi wah yang keluar dari mulut. Sungguh suatu karya yang maha Agung.

Saat memasuki areal masjid Agung Banten Lama, kita harus berjalan dengan sederet dengan kios para penjual kaki lima yang berada disekeliling areal Masjid Banten Lama. Keberadaan pedagang ini seakan menjadi guide kita menuju areal Masjid Agung Banten Lama. Diksi bernada tawaran dagang pun meluncur dari mulut mareka.

Usai sholat ashar di masjid Agung Banten Lama, saya bersama Tahar dan  penulis Ayu Tata sempat berkeliling komplek Masjid Agung Banten Lama. Sejumlah peziarah pun masih banyak yang datang hilir mudik. Mareka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Para peziarah pun memanfatkan momentum kereligiusan masjid Agunbg Banten Lama untuk berfoto ria, Sementara para juru foto amatir siap mengabadikan gaya dan aksi para peziarah disekitar areal Masjid Agung banten Lama.

Saat meninggalkan kawasan Banten Lama, saya berpikir kalau para pemimpin Banten dan sekitarnya melakukan restorasi mental dan nurani secara revolusi, maka saya yakin kawasan Banten Lama tak kalah pamor dan gengsi dengan Borobudur. Saya sungguh yakin. Kedua karya arsitektur leluhur kita ini akan menjadi keajaiban dunia yang tak terperikan dan luarbiasa. Ada nilai-nilai religiusitas yang sangat luarbiasa terkandung di dalamnya. Dan bukan tak mungkin Banten Lama akan menjadi cagar budaya Keajaiban Dunia yang super hebat dan mempesona jiwa dan nurani.

Pertanyaannya apa mungkin Kawasan Banten Lama akan sejajar dengan Borobudur? Bukankah kata penumpang dalam angkot tadi kontarktor dan pemborongnya sudah dibui alias tinggal di hotel Prodeo? Atau kita akan melihat Banten Lama mempesona ketika kontaktornya sudah kembali berkarya di tanah Banten kembali beberapa tahun lagi?

Sayangnya, kondisi serupa juga menimpa peninggalan sejarah di daerah kami Toboali, Bangka Selatan. Wisma Samudera yang pernah dikunjungi Bung Karno saat diasingkan di Bangka kini hanya menjadi tempat burung walet berkembangbiak dan beranak pinak untuk ekploitasi ekonomi semata.

Kita memang amnesia. Kita selalu melupakan sejarah masa lampau. Padahal tanpa masa lampau tak akan ada masa kini. Jasmerah kata Bung Karno. jangan sekali-kali melupakan sejarah. Banten Lama, suatu saat kami akan kembali menikmati. (Rusmin)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun