oleh para pencari jejak cinta
yang kehilangan sebagian retina mata
setelah dirobek-robek rindu tak menentu
oleh ketajaman pisau waktu
Puisi ini tak akan pernah dibahas
oleh para penyintas batas
yang berjalan tergesa-gesa
melintasi panas gurun dan lengangnya savana
di antara kerumunan duri kaktus
dan daun-daun tipis papirus
Menuliskan puisi ini
di sela-sela cahaya matahari
yang jatuh di pinggiran trotoar
tempat orang-orang pinggiran berlindung dari hingar bingar
lalu lintas dan juga rasa lapar
Membacakan puisi ini
di hadapan kota yang nyaris patah hati
karena mau ditinggalkan
oleh sebagian peradaban
ke sebuah tempat yang lebih santun
karena di sini, lini masa bertingkah sebagai penyamun
Jakarta, 30 Agustus 2019