Sehingga apa yang kita dengar sampai pengar adalah geraman, raungan, dan lolongan tajam. Namun tidak dilengkapi lengkingan, ringkikan dan derap kaki berlarian yang menyenangkan. Kita berdua membangun sebuah ranch di savana tapi hanya untuk memelihara pemangsa.
----
Kita berdua merasa hanya punya satu kepala karena cinta. Selalu merasa seia sekata walau hati kita masing-masing tersulut oleh bara. Kita lupa cinta itu bukan untuk menyatukan hal yang sama, tapi justru memuarakan perkara yang berbeda.
Kau ingin menyumpahi malam yang selalu membuatmu ingin menangis karena kesepiannya nyaris selalu memagutmu secara tragis. Kau berkabung lama dalam kubangan histeria. Sedangkan saya adalah lelaki jalang yang sangat memuja malam karena kepadanya saya bisa menyimpan begitu banyak rahasia dengan jumlah tak terhingga.
Pada perihal malam, kita mulai berselisih paham. Lalu menunggu pagi sembari mengasah belati. Tidak untuk saling menikam, tapi agar bisa menyembelih kata-kata paling tajam untuk disajikan di meja makan.
----
Saat sayap-sayap matahari mulai membakar hari, kita berdua saling menusuk dengan tatapan berduri namun tanpa setitikpun benci. Saling melempar letupan cinta namun tanpa sedetikpun mau mengerti. Kita berlaga dalam saga yang nyata. Kita lalu menjadi protagonis dan antagonis di saat yang sama.
Kita adalah kisah cinta yang saling menerka tanpa sedikitpun berani menyimpulkan apa yang telah menunggu kita di depan sana.
Sampit, 5 Mei 2019