Kita duduk berhadapan. Di depan perapian yang apinya nyaris padam. Kau menikmati sisa-sisa kehangatan dengan senyuman lebar lalu melempar kerling samar pada langit yang birunya memudar. Sementara aku mulai terjangkiti gigil dengan lutut gemetar kemudian berusaha sekuat tenaga menyambar kerlingmu agar tak sampai pada langit yang mulai terbakar.
KEMBALI KE ARTIKEL